Idul Qurban atau yang lebih populer disebut dengan Idul Adha adalah salah satu hari besar yang dirayakan oleh seluruh umat Islam di dunia.
Di Indonesia sendiri, penganut agama Islam melestarikan budaya potong hewan qurban sebagai salah satu bentuk ibadah dan keikhlasan kepada Allah SWT.
Moms sudah tahu apa saja yang menjadi aturan berkurban Idul Adha? Sebelum membahasnya, yuk pahami dahulu apa hakikat berkurban bagi umat Muslim.
Kewajiban untuk berkurban ini bermula dari kisah Nabi Ibrahim yang mendapat peintah dari Allah untuk menyembelih putra kesayangannya, Ismail, sebagai bukti ketaatan Nabi Ibrahim kepada Allah SWT.
Hari Raya Qurban atau dikenal dengan Hari Raya Idul Adha jatuh pada hari tasyrik, yaitu pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Idul Adha juga merupakan puncaknya ibadah Haji, bagi yang sudah mampu menjalankannya.
Sedangkan mengenai hukum melaksanakan qurban sendiri, beberapa ulama mengatakan sunnah muakad (sunnah yang dianjurkan) bagi orang yang mampu. Namun, kesunahan berqurban juga dijelaskan pada Quran surah Al-Kautsar ayat 2, yang berbunyi:
“Fa ṣalli lirabbika wan-ḥar”
Artinya: maka dirikanlah shalat karena Allah dan berqurbanlah.” (QS. Al-Kautsar:2).
Jadi, apabila seorang musli, sudah mampu untuk berqurban, dianjurkan untuk melakukannya.
Nah, sebelum membicarakan mengenai aturan qurban, yuk kita ketahui dulu sejarahnya!
Sejarah Qurban
Seperti yang sudah disebutkan sekilas di atas, sejarah qurban sendiri hadir dari sejak kisah Nabi Ibrahim AS ketika menyembelih anaknya, Nabi Ismail atas perintah Allah SWT. Tradisi tersebut pun dilestarikan dari waktu ke waktu hingga masyarakat Arab jahiliyah menyembelih berhala.
Dilansir dari Islam NU, tradisi penyembelihan hewan qurban sendiri pun akhirnya tiba pada era Nabi Muhammad SAW.
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan masyarakat Arab jahiliyah memiliki tradisi penyembelihan hewan dari sudut pandang fisik yang diperuntukkan bagi berhala mereka.
Pada masa itu, hewan qurban disembelih dan disembahkan pada berhala. Mereka pun kemudian memercikkan darah qurban itu pada berhalanya.
Kemudian Allah menurunkan surat Al-Hajj ayat 37 yang berbunyi dan memiliki arti berikut;
Lay yanālallāha luḥụmuhā wa lā dimā`uhā wa lākiy yanāluhut-taqwā mingkum, każālika sakhkharahā lakum litukabbirullāha ‘alā mā hadākum, wa basysyiril-muḥsinīn
Artinya: “Daging-daging unta dan darahnya itu tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah sama sekali, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya atas kamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Mengutip hadist dari Rasulullah, Ibnu Katsir mengungkapkan;
“Sungguh, Allah tidak melihat bentuk dan hartamu, tetapi melihat hati dan perbuatanmu.” Hadits Rasulullah riwayat Aisyah RA menyebutkan, “Sungguh, sedekah itu akan sampai di ‘tangan’ Allah yang bersifat rahman sebelum sampai di tangan pengemis. Sungguh, darah hewan kurban menetes lebih dahulu di sisi Allah sebelum tumpah ke tanah.” (HR Ibnu Majah dan At-Turmudzi).
Ayat di atas pun menggambarkan penerimaan Allah atas amal hamba yang ikhlas.
Dikisahkan pula bahwa sahabat Rasul pada awalnya ingin melakukan penyembelihan kurban, mencincang daging dan menempatkannya di sekitar Ka’bah serta memercikannya dengan darah kurban sebagai bentuk kekaguman terhadap Ka’bah serta rasa cinta kepada Allah.
Karena hal tersebut, Allah pun akhirnya menurunkan Surat Al-Hajj ayat 36 yang berbunyi;
Wal-budna ja’alnāhā lakum min sya’ā`irillāhi lakum fīhā khairun fażkurusmallāhi ‘alaihā ṣawāff, fa iżā wajabat junụbuhā fa kulụ min-hā wa aṭ’imul-qāni’a wal-mu’tarr, każālika sakhkharnāhā lakum la’allakum tasykurụn
Artinya: Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.
Ketika bangsa Arab sudah memeluk agama Islam dan meninggalkan masa jahiliyah namun masih ingin melestarikan tradisi tersebut, Surat Al-Hajj ayat 36 pun hadir dan menegur mereka atas tujuannya tersebut.
Surat Al-Hajj ayat 36 sendiri pun kemudian menunjukkan praktik ibadah qurban yang lebih layak dan patut untuk dijalankan oleh umat Islam.
Dalam tafsir Abu Hayyan diterangkan bahwa Surat Al-Hajj ayat 31 sendiri menerangkan bahwa daging qurban yang disedekahkan serta darah hewan yang tumpah tidak akan mengenai keridahaan Allah. Sedangkan orang yang berkurban tidak akan menemukan ridha Allah kecuali menjaga niat, rasa ikhlas serta kehati-hatian dalam menjaga kaidah syariat.
Jadi, jika hal yang sudah disebutkan di atas tidak dijaga, maka ibadah qurban yang dilakukan tak akan bermanfaat bagi orang yang berkurban meski hewan yang disembelih memiliki jumlah yang banyak.
Hukum Qurban
Ibadah menyembelih hewan ketika Idul Adha memiliki hukum sunnah muakkad. Sunnah muakkad sendiri adalah hukum sunnah yang dikuatkan.
Nabi Muhammad SAW tidak pernah meninggalkan ibadah ini sejak disyariatkan hingga Nabi meninggal dunia.
Melansir Islam NU, hukum ibadah ini sebagai sunnah muakkad telah dikukuhkan oleh Imam Malik dan Imam al-Syafi’i.
Sementara itu, Imam Abu Hanifah memiliki pendapat bahwa ibadah menyembelih hewan pada Idul Adha sendiri untuk penduduk yang mampu dan tidak dalam keadaan safar atau bepergian adalah wajib.
Dalam Hadits Hasan, riwayat al-Tirmidzi: 1413 dikatakan bahwa menyembelih kurban adalah sunnah Rasul yang sarat akan hikmah dan keutamaan.
Aisyah menuturkan, Nabi Muhammad SAW bersabda “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.” (Hadits Hasan, riwayat al-Tirmidzi: 1413 dan Ibn Majah: 3117)
Hakikat Idul Adha
Pada hakikatnya, menyembelih hewan ketika Idul Adha dalam dimensi vertikal adalah bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Alla agar mendapatkan keridhaan-Nya.
Meski demikian, dalam dimensi sosial, hal tersebut memiliki tujuan agar bisa turut membahagiakan saudara kita yang kurang beruntung di Hari Raya Adha.
Seperti pada Hari Raya Idul Fitri saudara kita dibahagiakan dengan zakat fitrah, maka di hari besar ini mereka akan mendapatkan daging hewan.
Jadi, daging tersebut hendaklah diberikan pada saudara kita yang membutuhkan. Kita pun boleh menyisakan secukupnya untuk keluarga. Meski demikian, tetaplah untuk mengutamakan saudara kita yang kurang beruntung.
Aturan Qurban Idul Adha
Perlu diketahui, istilah udlhiyyah adalah nama untuk hewan qurban yang disembelih pada hari raya qurban (10 Dzulhijjah) dan hari-hari tasyriq.
Tujuannya adalah untuk taqarrub atau mendekatkan diri pada Allah dan menjadi bentuk rasa syukur terhadap segala nikmat yang diberikan Allah SWT. Sedangkan istilah tadlhiyyah berarti berkurban atau melakukan qurban.
Dalam berkurban, terdapat beberapa aturan yang harus diikuti agar qurban yang kita lakukan sah. Berikut ini adalah beberapa aturan berkurban yang perlu kita pahami seperti dikutip dari Dalam Islam.
1. Orang yang Melaksanakan Qurban
Seseorang selain beragama Islam tidak disyari’atkan untuk berkurban. Selain itu, yang melakukan qurban haruslah seseorang yang sudah baligh dan mampu secara materi.
Maksudnya memiliki materi senilai harga hewan qurban di luar nafkah untuk dirinya dan orang yang wajib diberikan nafkah olehnya.
2. Pelaksanaan Qurban
Waktu pelaksanaan qurban harus dilakukan sesuai dengan ketentuannya, yaitu hewan qurban harus disembelih setelah shalat Idul Adha hingga terakhir hari Tasyrik.
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW menyebutkan alasan mengapa hewan qurban tidak boleh disembelih sebelum shalat Idul Adha dan setelah hari Tasyrik.
“Sesungguhnya pekerjaan pertama yang harus kita awali pada hari ini adalah shalat, kemudian kita pulang lalu menyembelih qurban. Barang siapa yang berbuat demikian, maka ia telah melaksanakan contoh kami dengan tepat dan barang siapa yang menyembelih qurban sebelum shalat, maka ia hanya memberikan daging biasa kepada keluarga; sedikitpun tidak bersangkut paut dengan ibadah penyembelihan qurban.” (HR. Muslim).
3. Kriteria Hewan qurban
Seperti dalam Quran surah Al Hajj, hewan yang dikurbankan ialah hewan ternak seperti unta, kambing, sapi, domba dan sejenisnya. Di Indonesia, umumnya hewan yang dikurbankan adalah kambing, domba, dan sapi.
“Dan bagi setiap umat Kami berikan tuntunan berqurban agar kalian mengingat nama Allah atas rezki yang dilimpahkan kepada kalian berupa hewan-hewan ternak (bahiimatul an’aam).” (QS. Al Hajj: 34).
4. Jumlah Orang dalam Berkurban
Islam telah menentukan beberapa aturan jumlah hewan yang dikurbankan sebagaimana dikatakan oleh Rasulullah SAW. Yaitu, untuk hewan qurban kambing, hanya diperbolehkan satu orang saja, untuk sapi diperbolehkan tujuh orang, dan untuk qurban unta diperbolehkan sepuluh orang. Ini juga disebut dengan qurban kolektif.
“Kami menyembelih hewan pada saat Hudaibiyah bersama Rasulullah SAW. Satu ekor badanah (unta) untuk tujuh orang dan satu ekor sapi untuk tujuh orang”. (HR. Muslim, Abu Daud dan Tirmizy)
5. Kondisi Hewan Qurban
Hewan qurban yang disembelih ialah hewan yang cukup umur dan tidak cacat secara fisik. Seperti yang diriwayatkan oleh Rasulullah SAW.
“Janganlah kalian menyembelih (qurban) kecuali musinnah. Kecuali apabila itu menyulitkan bagi kalian maka kalian boleh menyembelih domba jadza’ah.” (Muttafaq ‘alaih)
“Ada empat cacat… dan beliau berisyarat dengan tangannya.” (HR. Ahmad 4/300 & Abu Daud 2802, dinyatakan Hasan-Shahih oleh Turmudzi).
Berikut yang membuat hewan tidak sah digunakan berqurban, yaitu:
- Hewan yang pincang salah satu kakinya, meskipun pincang ketika akan disembelih, saat dirubuhkan.
- Hewan yang sakit.
- Hewan yang buta salah satu matanya.
- Hewan yang sangat kurus hingga hilang akalnya.
- Hewan yang teputus sebagian atau seluruh telinganya.
- Hewan yang terputus sebagian atau seluruh ekornya.
6. Mengucapkan Niat dalam Hati
Niat merupakan salah satu hal yang wajib dilakukan seseorang sebelum menjalankan ibadah qurban. Sama seperti ibadah lainnya, niat merupakan syarat sah berqurban seperti yang dikatakan An-Nawawi:
“Niat adalah syarat sah berqurban.” (Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8/380).
Beberapa ulama mengatakan kalau niat ini tidak perlu diucapkan, karena niat berasal dari hati seseorang. Untuk niat berkurban sendiri selama kita sudah memiliki keinginan utuk menyembelih hewan ternak sebagai qurban, maka sudah dianggap berniat untuk melakukan qurban.
7. Ketentuan Seseorang yang Menyembelih Hewan Qurban
Seseorang yang menyembelih hewan qurban haruslah seseorang yang beragama Islam dan mengerti mengenai aturan-aturan berkurban. Orang yang menyembelih hewan qurban haruslah seseorang yang sehat secara fisik dan mental.
Beberapa proses penyembelihan hewan qurban yaitu sebagai berikut:
- Membaca basmallah
- Melantunkan shalawat kepada nabi
- Menghadapkan ke arah kiblat (bagi hewan yang disembelih dan orang yang menyembelih)
- Membaca takbir 3 kali bersama-sama
- Berdoa agar qurban diterima oleh Allah, dan orang yang menyembelih mengucapkan: “Allahumma hadza minka wa laka annii.” (ya Allah, ini nikmat dari-Mu, qurban untu-Mu, dariku).
- Kalimat ini bukan niat tapi hanya i’lan (mengabarkan). Dia ucapkan itu, sebagai bentuk mengabarkan apa yang ada dalam hatinya.
- Menyembelih dengan pisau yang tajam.
- Menyembelih hewan tepat di kerongkongan/leher.
- Menunggu hewan qurban tersebut sampai mati sempurna.
- Terputus urat leher, yaitu Hulqum (jalan napas) Mari’i (jalan makanan, dan Wadajain (dua urat nadi dan syaraf).
Itulah beberapa aturan qurban Idul Adha yang perlu Moms ketahui. Yuk ajari juga tentang hal ini kepada Si Kecil. Wallahu ‘alam bishawab.