DatDut.Com – Wafatnya Muhammad Ali pada Jumat, 3 Juni 2016 kemarin mengegerkan dunia. Utamanya penggemar tinju. Ikon tinju dunia yang bernama asli Cassius Marcellus Clay Jr. ini tutup usia pada umur 74 tahun. Petinju dunia kelas berat kelahiran Kentucky, 17 Januari 1942 ini meninggal karena masalah pernapasan yang diperberat juga oleh penyakit Parkinson yang sudah lama dideritanya.
Sosok legendaris ini memeluk Islam pada 1964. Jejak perjalannya mempunyai banyak kisah dan fakta yang menarik. Mengenal dan mengenang sosok petinju muslim terbaik dunia ini, berikut 7 hal yang bisa jadi teladan tentang Muhammad Ali, yang diolah dari berbagai sumber:
[nextpage title=”1. Mengumumkan Keislaman di Atas Ring Tinju”]
1. Mengumumkan Keislaman di Atas Ring Tinju
Nation of Islam (NOI) merupakan sebuah perkumpulam muslim kulit hitam. Tiga tahun sebelum pertandingan melawam Sonny Liston, Ali telah sering menghadiri pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh NOI. Bahkan pada januari 1964, ia berbicara di sebuah rapat muslim di new York. Beberapa pekan setelahnya, ayahnya mengatakan bahwa Clay telah bergabung dengan NOI. Namun belum ada pernyataan langsung dari Clay sendiri soal itu.
Saat itu Clay sibuk mempelajari Islam dibimbing oleh Kapten Sam Saxon yang dijumpainya di Miami pada 1961. Ia juga merenungi ajaran-ajaran Elijah Muhammad. Ia juga dekat dengan Malcolm X, tokoh NOI lain yang ia jumpai di Detroit pada 1962.
Pada 25 Februari 1964, Clay berhasil merebut gelar juara dunia kelas berat dari Sonny Liston dengan menang TKO pada ronde ketujuh. Liston mengalami cedera leher dan harus menghentikan pertandingan. Usai pertandingan itu, masih di bawah riuh kemenangan para pendukungnya dan kilatan lampu kamera, Clay mengumukan keislamannya dan mengucap dua kalimat syahadat. Ia juga mengumumkan pergantian namanya menjadi Muhammad Ali Clay.
[nextpage title=”2. Muhammad Ali Muslim Sunni Penganut Sufi”]
2. Muhammad Ali Muslim Sunni Penganut Sufi
Orgnisasi NOI termasuk organisasi yang kontrovesial. Setelah pernah bergabung dengan NOI, menurut pengakuan Ali dalam buku biografinya, ia telah keluar dari organisasi tersebut dan bergabung dengan jamaah muslim berhaluan sunni.
Bahkan menurut Hanna Yasmeen Ali, putrinya dari hasil perawinan dengan Veronica Porche Ali, dalam wawancaranya dengan Beliefnet menyatakan bahwa Muhammad Ali adalah muslim sunni dan penganut Sufi. Hal itu diperkuat dengan berbagai koleksi buku tasawuf yang dimilikinya karya Hazrat Inayat Khan, seorang guru sufi.
Perceraian Ali dengan istrinya yang pertama, Sonji Roi, menurut Hanna adalah bukti ketegasan Ali terhadap keluarganya yang tidak mau menjalankan perintah Allah. Ali juga selalu menjaga salat lima waktunya dengan berjamaah. Hanya setalah menderita Parkinson, Ali menjadi jarang ke masjid.
[nextpage title=”3. Dicekal Karena Menolak Wajib Militer”]
3. Dicekal Karena Menolak Wajib Militer
Pada tahun 1967 – 1970 Ali diskors oleh Komisi Tinju karena menolak panggilan untuk mengikuti program wajib militer pemerintah Amerika Serikat dalam perang Vietnam. Saat itu adalah masa ketenarannya dan belum ada yang bisa mengalahkannya di atas ring.
Ungkapan Ali yang terkenal ketika itu adalah, “Saya tidak ada masalah dengan orang-orang Vietcong, dan tidak ada satu pun orang Vietcong yang memanggilku dengan sebutan Nigger!”
Karena diskors dan dilarang bertinju selama beberapa tahun otomatis ia tak memiliki penghasilan. Ali bahkan harus berhutang dan mendapatkan bantuan finansial dari beberapa sahabatnya.
Baru pada 8 Maret 1971, Ali kembali naik ring melawan Joe Frazier, di New York. Namun kali ini ia kalah dan harus menyerahkan gelarnya.
[nextpage title=”4, Menggagalkan Percobaan Bunuh Diri”]
4, Menggagalkan Percobaan Bunuh Diri
Salah satu aksi Muhammad Ali yang terkenal adalah saat ia menyelamatkan seorang pemuda yang ingin bunuh diri. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1981. Seorang pemuda berusia 21 tahun mengatakan bahwa para Vietcong mengejarnya dan ia mencoba bunuh diri dengan meloncat dari gedung bertingkat.
Ali yang kebetulan ada di sekitar daerah itu segera menuju ke lokasi. Meski polisi melarangnya karena khawatir pemuda itu membawa senjata, tapi Ali tetap bersikeras mendekati pemuda itu. Saat ia muncul dari jendela yang bersebelahan dengan tempat si pemuda akan meloncat, pemuda itu kaget sekali. Ali berbicara dengan pemuda itu selama 30 menit. Ia pun berjanji akan membantu segala kesulitan hidup yang dialami si pemuda.
Ali berhasil meyakinkan pemuda tersebut untuk mengurungkan niatnya. Regu penyelamat diperkenankan masuk dan pemuda itu dibawa ke rumah sakit. Bahkan petinju itu menemani si pemuda dan memenuhi janjinya.
[nextpage title=”5. Pejuang Persamaan Ras”]
5. Pejuang Persamaan Ras
Ali bukan hanya seorang petinju dengan gelar “The Greatest All of Time”, namun juga seorang yang memperjuangkan persamaan ras. Sudah umum bahwa di Amerika, perlakuan rasis terhadap orang kulit hitam kerap terjadi. Hal itu juga yang terungkap dalam statemen Ali saat menolak wajib militer, dengan mengatakan bahwa tidak satupun Vietcong yang memanggilnya Nigger.
Konon ketika ia menjuarai olimpiade, medali emasnya ia kenakan ke mana-mana. Hingga suatu hari ia memasuki sebuah restoran tetapi justru ditolak oleh pemiliknya dengan perkataan, “Kami tidak melayani orang kulit hitam.” Peristiwa itu membuatnya terkejut bahwa meski ia memenangkan olimpiade, ternyata masih mendapat perlakuan rasis. Ia akhirnya membuang medali itu ke sungai sebagai wujud kekecewaan.
[nextpage title=”6. Melobi Saddam Husein”]
6. Melobi Saddam Husein
Ketika Perang Irak pertama meletus, Muhammad Ali yang saat itu sudah tua dan mengidap Parkinson datang ke Irak dan bertemu langsung dengan Saddam Hussein. Dengan kondisinya yang lemah dan bicara terbata-bata berusaha melobi Presiden itu agar melepaskan 15 tawanan asal Amerika.
Ia bertahan beberapa hari di Irak menunggu keputusan Saddam Hussein. Ketika ia kehabisan obat-obatan untuk penyakitnya, ia tetap bertahan hingga akhirnya ke-15 tawanan itu dibebaskan.
[nextpage title=”7. Kesabarannya Menjalani Sakit”]
7. Kesabarannya Menjalani Sakit
Muhammad Ali mundur dari tinju pada 6 September 1979. Namun pada 2 Oktober 1980 Ali mencoba kembali ke ring melawan Larry Holmes. Dalam pertandingan dengan bekas kawan latih tandingnya tersebut ia harus mengakui keunggulan lawan dengan mengundurkan diri pada ronde ke-11. Selama pertandingan, tampak Holmes tidak tega untuk “menghabisi” Ali karena melihat keadaan Ali yang sudah tidak tangguh lagi.
Sebenarnya sebelum pertandingan, dokter pribadinya telah menasihati agar menolak pertandingan itu. Namun Ali tidak menurutinya. Sehingga Dr. Ferdie Pacheco, sebelum pertandingan itu mengundurkan diri dari jabatan sebagai dokter pribadi.
Pertandingan terkahir kali dilakoni Ali pada 19 Desember 1981 melawan Trevor Berbick di Bahama. Ia mampu tampil 10 ronde dan dinyatakan kalah angka. Setelah itu ia benar-benar pensiun dari tinju.
Tiga puluh tahun lebih mengidap Parkinson dijalani Ali dengan tabah. Ali pernah mengatakan bahwa dia telah mendapatkan hidup yang baik sebelumnya dan sekarang. Dia tidak butuh simpati dan belas kasihan. Dia bersikap menerima kehendak Allah Swt. Menurutnya penyakit tersebut adalah salah satu cara Alah mengingatkannya pada realitas bahwa hanya Allah sajalah yang paling hebat.
Penyakitnya ini, menurut dia, merupakan cara Allah Swt. merendahkannya untuk mengingatkannya pada kenyataan bahwa tak ada seorang pun yang lebih hebat dari Allah.