Kategori
Wisata

Begini Lho Model Kekhilafahan pada Era Khulafa Rasyidin

DatDut. Com – Era kekhilafahan dalam Islam dimulai pada tahun 632 M. Peristiwa ini terjadi setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw. Beliau tidak memberikan wasiat apa pun seputar tata cara pengangkatan dan pelengseran seorang kepala negara, setelah kemangkatanya.

Hal ini sempat menimbulkan pertentangan di kalangan sahabat. Mereka merasa kesulitan untuk menentukan siapa figur yang paling tepat untuk menggantikan kepemimpinan Nabi.

Namun kekisruhan itu akhirnya dapat diselesaikan juga yang kemudian menghasilkan kesepakatan untuk mengangkat Abu Bakar al-Shiddiq sebagai khalifah pertama pengganti Nabi. Mereka pun lalu membai’at Abu Bakar sebagai khalifah.

Pengangkatan Abu Bakar itu didasarkan atas pertimbangan bahwa Abu Bakar adalah sahabat paling karib Nabi dan pernah menggantikan Nabi menjadi imam shalat pada saat Nabi sedang udzur sakit. Ini merupakan lembaga pemerintahan pertama dan terpenting dalam sejarah Islam.

Setelah masa kekhilafahan Abu Bakar (632-634 M) berakhir karena beliau wafat, para sahabat mengangkat Umar bin al-Khattab sebagai khalifah pengganti melalui wasiat yang dipesankan oleh Abu Bakar.

Selanjutnya, ketika kekhilafahan Umar (634-644 M) dirasa akan segera berakhir karena luka parah yang diderita Umar akibat upaya pembunuhan yang dilakukan terhadap Umar, umat pun kemudian menunjuk Usman bin Affan sebagai khalifah.

Usman menduduki jabatan ini dalam waktu yang cukup lama, sekitar 14 tahun (644-656 M). Usman pun harus mengakhiri kekhilafahannya dengan tragis. Beliau terbunuh. Berikutnya umat menyepakati Ali bin Abi Talib sebagai khalifah.

Pemerintahan Ali berjalan sampai lima tahun (656-661 M). Akhir pemerintahannya hampir sama dengan Usman. Beliau terbunuh dan terlibat konflik yang berkepanjangan dengan seteru-seteru politiknya.

Menariknya, tiap khalifah pada masa ini mempunyai model dan karakteristik yang berbeda satu sama lain dalam proses pembaiatan mereka sebagai khalifah. Bahkan di antara mereka berempat sebagiannya dipermasahlakan keabsahannya menduduki posisi puncak itu oleh beberapa kelompok.

Namun di atas itu semua, era ini dicatat sejarah sebagai era yang benar-benar dapat disebut sebagai era kekhilafahan. Bahkan Nabi sendiri pernah membatasi masa kekhilafahan hanya sampai kurang lebih tiga puluh tahun.

Nabi bersabda, “Kekhilafahan sesudahku hanya akan berlangsung selama tiga puluh tahun dan selanjutnya diteruskan oleh bentuk pemerintahan monarki“.

Jika dihitung secara keseluruhan akan diketahui bahwa semenjak permulaan kekhilafahan Abu Bakar sampai berakhirnya masa kekhilafahan Ali bin Talib jumlahnya kurang lebih sekitar tiga puluh tahun. Era inilah disebut dengan masa keemasan dalam sejarah Islam, setelah masa Nabi.

Ketika itu, “khilafah” dipahami sebagai kepemimpinan pusat untuk seluruh dunia Islam yang berwenang mengatur urusan-urusan keagamaan dan kepentingan duniawi. Karena khilafah pada era ini merupakan perwujudan dari integrasi otoritas agama dan otoritas politik dalam menegakkan pelaksanaan syariah Islam.

Pemerintahan era Khulafa Rasyidin merupakan pemerintahan yang dihasilkan dari proses penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh angkatan perang.

Para amir (gubernur) saat itu adalah para komandan perang di mana mereka dibahawi oleh seorang amir al-mu’minin yang bertindak satu sisi sebagai pemimpin umum dan ketua pelaksana penegakkan syariah Islam, dan di sisi lain ia juga seorang pemimpin kafilah-kafilah tentara perang.

Karena upaya-upaya penaklukan wilayah kekuasaan ini dilakukan dalam rangka menyebarkan agama baru, maka setiap keberhasilan bukan semata-mata untuk dinikmati para amir atau panglima-panglima angkatan perang.

Di samping pada saat yang sama mereka adalah tokoh-tokoh agama di kalangan sahabat. Memang penaklukan-penaklukan itu semenjak awal ditujukan untuk semata-mata penyebaran agama dan bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan.

Para khalifah itu dalam menjalankan kekuasaannya selalu didasarkan atas nama dan bimbingan agama. Dengan tuntunan agama pula mereka berpegang teguh dalam penyelenggaraan syariah. Darinya pula mereka mencari ketetapan dan pengarahan.

Pada era ini agama berposisi sebagai pengatur jalannya laju politik dan memberikan pertimbangan utama. Politik dijadikan sebagai pengejawantahan agama dan selalu patuh padanya. Integrasi inilah yang terjadi antara para amir dan ulama serta antara agama dan politik.