DatDut.Com – Pertanyaan ini akan muncul ketika kita telah sampai pada pembahasan sifat kalam Allah.
Di antara yang sering diperselisihkan dalam pembahasan ini adalah status al-Quran, apakah dia makhluk atau bukan? Hal ini akan saya coba jawab melalui tulisan ini.
Dari sekian banyak madzhab teologi Islam, setidaknya ada dua madzhab yang sering dijadikan rujukan dalam pembahasan ini, yaitu Asy’ariyah dan Muktazilah.
Asy’ariyah berpendapat bahwa Al-Quran bukanlah makhluk (sesuatu yang dicipta) sedangkan Muktazilah sebaliknya, Al-Quran adalah makhluk.
Sekilas dua madzhab ini berbeda pendapat, namun sejatinya mereka akan bertemu di suatu titik yang sama. Apakah itu?
Untuk menjawab pertanyaan tadi, terlebih dahulu kita harus memahami konsep dari keduanya (Asy’ariyah dan Muktazilah) mengenai sifat kalam Allah dengan Al-Quran sebagai manifestasinya.
Asy’ariyah berpendapat bahwa sifat kalam Allah dapat dibagi menjadi dua; kalam lafdzi dan kalam nafsi. Kalam lafdzi ialah sesuatu yang terucap yang terdiri dari huruf, suara, dan bahasa. Sedangkan kalam nafsi adalah perkataan yang tidak terucap.
Kalam nafsi sering diilustrasikan seperti perkataan dalam hati kita. Biasanya, sebelum mengambil keputusan atau ketika merenung kita sering berbicara dengan diri sendiri. Namun, pembicaraan ini tidak terucap oleh lisan sehingga tidak menimbulkan suara, huruf, maupun bahasa.
Demikian halnya dengan kalam nafsi Allah. Ia berada dalam zat Allah. Oleh karena itu ia disifati -oleh Asy’ariyah- dengan sifat qadim (sesuatu yang tidak memiliki awal) karena mustahil sesuatu yang hadist bersatu dengan qadim dalam satu dzat (Allah).
Adapun kalam lafdzi -menurut Asy’ariyah-, ialah kalam Allah yang terdiri dari lafadz, huruf, dan bahasa. Kalam lafdzi (masih menurut Asy’ariyah), termanifestasikan wujudnya dalam bentuk Al-Quran yang kita baca saat ini.
Sedangkan Muktazilah, mereka tidak mengakui konsep kalam nafsi milik Asy’ariyah. Bagi mereka, kalam Allah ialah Al-Quran yang kita baca saat ini yang terdiri dari huruf, suara, dan bahasa atau Asy’ariyah mengiistilahkannya sebagai kalam lafdzi.
Baca juga: Merasa Terzalimi? Ini Cara Cerdas Bersikap agar Tak Terpuruk
Karena sifatnya yang lafdzi, maka al-Quran -menurut Muktazilah- adalah sesuatu yang hadist (baru) yang artinya, Al-Quran adalah makhluk (berdasarkan kaidah manthiq “Segala sesuatu yang hadist, maka dia adalah makhluk”).
Dari sini dapat kita tarik benang merahnya bahwa, kalam Allah (Al-Quran) yang terdapat dalam zatnya adalah kalam nafsi, sedangkan Al-Quran yang kita baca saat ini adalah kalam lafdzi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa, Asy’ariyah sepakat dengan Muktazilah atas ke-makhluk-an Al-Quran dalam konteks Al-Quran sebagai kalam lafdzi. Wallahu a’lam bisshawab.