Kategori
Wisata

Abu Jandal Prajurit ISIS yang Tantang Duel TNI dan Banser Akhirnya Tewas

DatDut.Com – Masih ingat dengan munculnya video di Youtube. Yakni, berisi mengenai seseorang prajurit ISIS asal Pasuruan yang mengaku dirinya sebagai Abu Jandal?. Ya, video yang diunggah pada tahun 2014 silam itu, sempat bikin heboh masyakarat. Pasalnya, di dalam video tersebut, pria yang mengaku Abu Jandal itu menantang duel Panglima TNI, Jenderal Moeldoko dan juga Banser.

Informasi yang diperoleh Kabarpas.com menyebutkan, Abu Jandal atau yang bernama asli Salim Mubarok At-Tamimi alias Salim Penceng tersebut, dikabarkan telah meninggal dunia diduga di Irak beberapa waktu lalu.

Mendapati informasi tersebut, wartawan dari media ini mencoba mencari kepastian dengan mendatangi rumah duka yang bersangkutan. Yakni, di Jalan Irian Jaya A/33 Kota Pasuruan. Sayangnya, saat didatangi kondisi rumah duka dalam keadaan tutup dan sepi tak ada keramaian. Bahkan, lampu depan rumah juga mati. Meski begitu, jendela samping rumah terlihat masih terbuka.

Baca juga:  Ini Jawaban Dosen yang Disebut Bloon oleh Akademisi Ahoker

Sementara itu, di tempat terpisah pihak kepolisian membenarkan terkait meninggalnya Salim Mubarok At-Tamimi alias Abu Jandal prajurit ISIS yang paling dicari tersebut.

“Ya betul, Kapolsek Gadingrejo telah berkunjung ke rumah duka. Dan ibu yang bersangkutan membenarkan bahwa putranya telah meninggal dunia di Suria. Namun, di rumah duka tidak ada giat tahlilan,” ujar Kasubag Humas Polres Pasuruan Kota, Iptu Puryanto kepada Kabarpas.com.

Seperti dikabarkan sebelumnya, seseorang yang mengaku Abu Jandal menantang Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama dan Panglima TNI Jenderal Moeldoko untuk berduel dengan Daulah Islamiyah.

Apa yang dilakukan Abu Jandal ini direkam dalam video yang kemudian diunggah di Youtube. Dalam video yang berdurasi sekitar empat menit tersebut, Abu Jandal mengaku menunggu kedatangan Banser dan Panglima TNI ke Irak dan Suriah. Sebab apabila Banser dan Panglima TNI tak datang, dia mengancam akan datang ke Indonesia untuk menegakan syariat Islam seperti di Irak dan Suriah.

“Pesan untuk Moeldoko dan Banser sungguh kami menunggu kedatangan kalian. Kami dengar kalian ingin bantu pasukan koalisi untuk melenyapkan Daulah Khilafah ini. Jika kalian tidak datang, maka percayalah kami akan datang ke Indonesia untuk menegakan syariat Islam,” ancam Abu Jandal seperti dalam rekaman video.

Kategori
Wisata

Kepada Murid yang Tak Hormat pada Guru, Syarif Hade Menulis Puisi Ini

DatDut.Com – Hari Guru Nasional diperingati setiap tanggal 25 November. Ini wujud pengakuan negara pada profesi bernama guru, apa pun jenisnya. Di pesantren, ia bisa bernama kiai atau ustaz. Di kampus ia bernama dosen. Di lembaga pelatihan, ia bernama tutor atau mentor.

Semua profesi guru itu punya jasa besar pada kita semua. Hanya kadang sebagai murid, kita sering kali lupa akan jasa-jasa guru kita. Sebagian kita bahkan kadang ada yang berani melawan bahkan meremehkan orang yang pernah memberi kita ilmu. Puisi sastrawan Syarif Hade berikut secara khusus mengangkat tema murid yang tak hormat pada guru:

Seberapa pun saya tak setuju dengan pendapat guru
Seberapa pun saya harus tak suka dengan langkah guru
Seberapa pun menyakitkan dan mengecewakan sikap guru pada saya
Guru tetaplah guru
Saya tetap harus hormat
 
Ia punya hak yang sama dengan orangtua
Orangtua melahirkan kita ke dunia
Guru melahirkan kita dari kegelapan menuju cahaya
 
Karena saya sudah banyak melihat
Orang yang tak bahagia hidupnya
Tak mulus langkahnya
Tak berkah ilmunya
Lantaran tak hormat pada guru
 
Maka camkan nasihat Sayyida Ali ini:
Ana abdu man allamani harfan
Aku hamba orang yang pernah mengajariku meski satu huruf saja
Kategori
Wisata

Kalau Sudah Menikah, Hindari 5 Hal Ini di Medsos agar Hubungan Rumah Tangga Tetap Terjaga

DatDut.Com – Begitu menikah sepasang suami istri dituntut untuk menjaga hubungan dan saling menjaga kepercayaan. Pernikahan jelas jauh beda dengan pacaran yang jika sudah bosan tinggal cari masalah, putus lalu cari ganti. Pernikahan mengikat dua manusia lawan jenis dengan tanggung jawab dan memaklumi kekurangan masing-masing.

Medsos yang saat ini sudah menjadi gaya hidup semua orang menjadi salah satu yang harus diperhatikan dalam kehidupan berumah tangga. Karena, sebagaimana banyak orang menemukan pasangan hidup dari medsos, pun banyak pula yang berpisah gara-gara medsos.

So, medsos bisa jadi jalanmu menemukan pasangan, namun juga bisa jadi pemicu perpisahan. Nah, buat Anda yang sudah berkeluarga, sebiknya hindari melakukan 5 hal ini di medsos.

1. Like dan Komen Akun Fb Lawan Jenis Tertentu Secara Rutin

Memberi like pada status Fb orang yang bukan suami atau istri Anda bisa jadi merupakan awal ketertarikan lho. Sudah bukan rahasia kalau salah satu cara PDKT via dunia maya khususnya medsos adalah dengan aktif member like, tanggapan ataupun komentar pada status seseorang. Kalau tidak yang di-like baper, bisa juga yang me-like memang caper.

Memang, begitu kita berkeluarga, otomatis aktivitas tak sebebas saat lajang. Mengurangi aktivitas di medsos juga salah satu cara untuk lebih akrab dengan pergaulan dalam rumah sendiri. Jangan sampai gara-gara akrab dengan orang lain di dunia maya, malah yang di rumah jadi jauh dan pecah karena tersulut cemburu. Intinya jaga perasaan pasangan.

Baca juga:  Dalam Debat Online, Ini 5 Ujaran Kebencian atau Pelecehan yang Sering Dilontarkan

2. Ngobrol atau Chatting dengan Lawan Jenis

Selain like dan komentar, chatting dengan lawan jenis, khususnya non-mahram sebaiknya dihindari bagi yang sudah berkeluarga. Berbincang via inbox atau layanan chatting lainnya tentu semakin dipandang sebagai hubungan khusus antara dua orang lawan jenis. Kecuali memang sangat penting dan berkaitan dengan pekerjaan atau tugas, chatting dan inbox dengan lawan jenis yang bukan istri sendiri memang sebaiknya dihindari.

3. Menyimpan Foto Mantan

Mau dilupakan ataupun dibuang, yang namanya mantan memang seperti siluman. Ya nggak? Suka muncul dalam pikiran tanpa diundang, perginya pun tak diantar (jailangkung dong?). Apalagi Facebook sekarang rutin setahun sekali mengingatkan status atau foto yang kita simpan. So, yang sudah nikah hapus segera foto-foto cewek/cowok, lebih-lebih mantan dari akun FB Anda. Biar nggak menimbulkan masalah yang tak terduga di kemudian hari.

Bikin repot bukan jika satu ketika suami atau istri Anda kebetulan pas lihat FB bareng kita, tiba-tiba ada foto kenangan yang ditampilkan FB untuk dibagikan. Pasti butuh repot klarifikasi.

4. Cuci Mata di Medsos

Cuci mata di medsos dilakukan dengan mengamati dan menikmati foto-foto lawan jenis. Kebanyakan sih lelaki yang suka melakukan ini. Tapi tidak menutup kemungkinan wanita juga sama. Sebagaimana tidak baik jelalatan di jalanan melihat wanita lain, seharusnya saat di medsos pun menjaga mata lebih-lebih hati.

Pernah dengar hadis Nabi yang mengatakan bahwa nikah itu lebih menjaga pandangan? Ternyata praktiknya, saat nikah kita dituntut untuk lebih menjaga pandangan agar tak jelalatan pada wanita lain.

5. Khusus Pria, Jangan Singgung Poligami Kalau Yakin Istri Bukan Tipe Mau Dipoligami

Diakui atau tidak, banyak pria yang berangan-angan punya istri lebih dari satu alias poligami. Namun apalah daya, selain memang tak berdaya karena bukan orang kaya, sudah umum bahwa kebanyakan wanita enggan akan hadirnya istri muda. Rata-rata wanita sensitif banget untuk urusan ini. Jadi, bagi Anda para suami kalau memang tak pernah ada lampu hijau soal poligami, jangan update status yang nyrempet-nyrempet soal poligami.

Itulah 5 hal dalam aktivitas media sosial yang sebaiknya dihindari bagi Anda yang sudah berkeluarga. Saling menjaga perasaan dan saling pengertian adalah salah satu kunci keharmonisan rumah tangga. Semoga bermanfaat.

Kategori
Wisata

Teroris Bukan Islam [?]

DatDut.Com – “Teroris bukan Islam”, ungkapan itu sering dilontarkan untuk menanggapi aksi seseorang atau kelompok yang membuat kekacauan yang dikaitkan dengan Islam.

Sebenarnya ada ambiguitas dari ungkapan tersebut meskipun tujuannya dapat dimengerti yakni memutus kawat yang menghubungkan antara kekerasan yang dilakukan oleh seorang muslim dengan Islam sebagai ideologi yang mengedepankan kedamaian.

Ambiguitas ungkapan itu terletak pada tujuannya, apakah dia dimaksudkan untuk menyampaikan pesan bahwa terorisme bukanlah ajaran Islam ataukah mengatakan bahwa teroris itu bukan orang Islam?

Kalau yang dimaksud adalah pernyataan yang pertama (terorisme bukanlah ajaran Islam), maka case’s closed! Semua orang paham kecuali hanya sedikit saja yang enggan. Namun jika yang dituju adalah pernyataan kedua, yakni teroris itu bukan orang Islam, maka hal itu akan menemui beberapa masalah.

Pertama, menafikkan fakta bahwa seorang teroris bisa jadi seorang pemeluk Islam berarti menafikkan keyakinannya, dengan kata lain kita mengeluarkannya dari keislamannya.

Menurut hemat saya, hal itu sepatutnya dihindari, meskipun kita beralasan untuk menjaga nama baik agama. Mengikuti pendapat Grand Syaikh al-Azhar Syaikh Ahmad Thoyyib, saya rasa adalah hal yang lebih bijak meskipun hal itu akan meninggalkan beban di pundak kita berupa upaya untuk meyakinkan khalayak bahwa Islam sejatinya jauh dari nilai-nilai kekerasan.

Kita tidak boleh terjerumus ke dalam lubang yang sama seperti kelompok teroris ISIS dan semisalnya dengan mengafirkan masyarakat, baik pemimpin maupun rakyat meskipun mereka melakukan dosa besar,” demikian perkataan beliau sebagaimana dikutip oleh situs ruwaqazhar.com.

Bahkan.. bisa jadi para takfiri yang menghalalkan darah sesama muslim itu justru seorang muslim yang secara dhahir lebih bagus ibadahnya daripada kita. Sebagaimana sabda Rasululullah berikut:

”Nanti akan muncul di antara umatku kaum yang membaca Al-Quran, bacaan kamu tidak ada nilainya dibandingkan bacaan mereka, dan shalat kamu tidak ada nilainya dibandingkan shalat mereka, dan puasa kamu tidak ada artinya dibandingkan puasa mereka, mereka membaca Al-Quran sehingga kamu akan menyangka bahwasanya Quran itu milik mereka sahaja, padahal sebenarnya Quran itu akan melaknat mereka, Tidaklah shalat mereka melalui kerongkongan mereka, mereka itu akan memecah agama Islam sebagaimana keluarnya anak panah daripada busurnya.” (Shahih Muslim/2467 )

Jika yang kita pahami adalah bahwa seorang teroris atau ekstrimis itu adalah orang yang dangkal ilmunya, bukan selalu berarti dia bodoh dalam arti yang hakiki, tidak shalat, tidak bisa membaca Quran dan sejenisnya.

Kelalaiannya terletak pada pemahaman agama secara tekstual, di antaranya mengenai jihad. Jihad selalu diartikan sebagai qital, perang. Padahal 2 hal ini berbeda cakupan, jihad memiliki cakupan yang lebih luas daripada qital.

Mungkin juga penyempitan makna jihad itu disebabkan oleh fakta lapangan akan begitu banyaknya kedhaliman yang dilakukan terhadap kaum muslim hingga memunculkan kemauan keras untuk melakukan counter attack.

Bisa disebutkan di antaranya adalah pendudukan negara adikuasa di negeri-negeri muslim yang membawa stigma bahwa semua kepentingan mereka sah untuk diperangi, termasuk penguasa-penguasa yang mendukung negeri tersebut.

Kedua, mengatakan ‘teroris bukan Islam’ berarti mengingkari keberadaan orang-orang Islam yang berpikiran ekstrim, yang mewarisi sifat khawarij masa lalu yang di antaranya telah menghalalkan darah amirul mukminin, Sayyidina Ali bin Abi Thalib.

Apakah mereka berpaling dari Quran dan hadits? Tidak! Mereka justru bermaksud untuk menegakkan hukum Allah, menurut versi mereka. Tekstualitas dalam memahami nash adalah kunci dari kakunya pengejawantahan syariat oleh kelompok itu, sampai pada tahap menganggap pelaku dosa besar sebagai orang kafir atau murtad secara hakiki.

Adalah sebuah hal jamak, jika diajukan pertanyaan kepada seseorang mengenai Islam seperti apa yang disebut sebagai Islam benar. Jawabannya pasti Islam yang berdasar pada Kitabullah dan Sunnah nabi.

Jawaban seperti itu adalah jawaban yang akan diberikan oleh seluruh umat Islam bahkan oleh mereka yang divonis sesat oleh kesepakatan ulama sekalipun. Jika kita berpikir bahwa para ekstrimis adalah mereka yang nyata-nyata menyimpang dari syariat, kita perlu rekonstruksi ulang pemikiran itu. Karena semua sekte di dalam Islam mengaku sebagai peniti jalan yang benar berdasar Quran dan hadits.

Ketiga, jika kita tidak mengakui adanya ekstrimisme dalam tubuh kaum muslimin, otomatis kita tidak akan peduli atau apriori terhadap istilah deradikalisasi karena tidak ada istilah muslim radikal dalam kamus kita.

NU dan Muhammadiyah sebagai ormas Islam terbesar di negeri ini memilih jalan yang berbeda dalam penaggulangan radikalisme. NU berada bersama pemerintah, sedangkan Muhammadiyah memilih jalan di luar karena mengkhawatirkan adanya ‘pesanan’ dalam proses deradikalisasi tersebut.

Tak mengapa, masyarakat muslim Indonesia justru berpijak pada 2 kaki. Siapa yang menjamin proses deradikalisasi berjalan sesuai rel dan tepat sasaran jika tidak ada yang ikut menjalankannya? Pun siapa yang bisa menjamin obyektivitas ‘proyek’ tersebut jika tidak ada pengawasan dari luar?

Keempat, tidak terselenggaranya program deradikalisasi atau apa pun itu istilahnya, akan membuka peluang yang lebih besar dalam proses penyebaran paham ekstrim. Siapa korbannya?

Tentunya kaum awan yang menelan apa pun yang diterimanya karena minimnya ilmu agama yang dimiliki, sehingga tidak memiliki cukup resistensi terhadap ajaran-ajaran yang mengarah kepada kekerasan berlabel pembelaan terhadap agama.

Anak-anak muda yang semangatnya tengah berkobar tak jarang menjadi sasaran cuci otak. Dengan modal berbagai dalil, para pemuda itu didoktrin untuk menjadi pejuang agama dengan cara yang sama yakni dengan peluru dan bom bunuh diri.

Jad, tampaknya kita harus menerima kenyataan bahwa sebagian terorisme melibatkan tangan-tangan kaum muslimin, tanpa membandingkan lebih buruk mana dampak yang ditimbulkannya dengan musibah yang disebabkan oleh okupasi atau terorisme pihak lain di luar Islam, baik perorangan, organisasi maupun negara.

Deradikalisasi menjadi hal yang mendesak untuk dilakukan, kecuali jika kita nyaman dengan kondisi memilukan seperti yang tengah terjadi di belahan bumi di mana dulunya Islam berjaya. Allahu a’lam.

Kategori
Wisata

Dai Dompet Dhuafa Bantu Islamkan WN Filipina di Macau

DatDut.Com – Namanya Desi. Siang itu dia duduk bersama ratusan muslimah asal Indonesia yang bekerja sebagai buruh migran di Macau.

Perkumpulan majelis taklim masyarakat Indonesia di Macau, hari itu mengadakan kegiatan Pondok Ramadhan di Masjid Mo Lo Yuen, Macau.

Desi datang bersama temannya, yang kebetulan orang Indonesia. Ahad (27/5) itu dia hadir dengan niat bulat untuk memeluk Islam, beralih dari agama sebelumnya, Katolik.

Ia warga negara Filipina yang sudah setahun ini bekerja di Macau. Sebetulnya Desi sudah tertarik pada Islam sejak ia bekerja di Malaysia beberapa tahun lalu. Kebetulan majikannya keluarga muslim.

Di Malaysia itu pula ia melihat bahwa Islam adalah agama terbaik. Kesan itu tersimpan rapat-rapat dalam kalbu sanubarinya. Namun, itu belum membuatnya bersyahadat, padahal Malaysia negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Barulah ketika berada di Macau, negara yang terkenal sebagai pusat judi di Asia, hatinya justru semakin kuat untuk memeluk Islam. Kebetulan teman dekatnya yang orang Indonesia membantu Desi untuk kenal Islam.

Setahun ini ia tekun belajar tentang Islam. Dibacanya berbagai buku tentang Islam baik yang didapatnya sendiri atau yang dipinjam dari temanya. Dan, Ahad kemarin Allah Swt. benar-benar memantapkan hatinya untuk memeluk Islam.

Di hadapan Dai Ambassador yang dikirim Dompet Dhuafa dan ratusan jamaah yang hadir, Desi mengikrarkan syahadatnya. Desi resmi menjadi mualaf dalam keadaan sedang puasa di siang itu.

Dai Cordofa (Corps Dai Dompet Dhuafa), Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, yang menuntunnya bersyahadat, memberinya nama Islam “Fathima”.

“Harapannya agar dia bisa seperti putri Rasulullah Saw dan istri Sayyidina Ali itu,” kata Syarif yang juga dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

“Meskipun keislamannya bukan karena saya, tapi ikut menghantarkannya menjadi muslimah tentu merupakan karunia tersendiri bagi saya. Apalagi ini pengalaman pertama saya mengislamkan. Semoga iman dan Islam dibawanya hingga nafas terakhirnya,” pungkas Syarif.

Kategori
Wisata

Gaya Khas Kaum Salafi dalam Berbicara dengan Khalayak

DatDut.Com – Wahabi-salafi menggeliat begitu rupa di tanah air. Ditandai dengan banyaknya kajian di berbagai tempat yang diisi oleh para dai pengikut Syekh Muhammad bin Abdulwahhab itu.

Tampak pula dengan banyaknya situs, blog, fanpage atau portal berita yang bertebaran di dunia maya yang berafiliasi pada paham itu.

Tak kalah, para dai mereka pun tanggap dengan kemajuan zaman dan aktif menampilkan diri lewat situs pribadi dengan menulis artikel atau melayani konsultasi keagamaan. Benar-benar sebuah skema yang jitu dalam berdakwah di dunia modern seperti saat ini.

Di lapangan, masifnya resistensi sebagian umat Islam terhadap penetrasi Wahabiyah, tak jarang menimbulkan friksi yang hebat. Upaya mereka dalam menolak ajaran Wahabi kadang dinilai sebagai sebuah upaya penolakan terhadap pemurnian Islam.

Lalu, apa saja yang ditempuh oleh Wahabi dan media-medianya dalam dialektikanya dengan umat Islam di luar mereka? Berikut ini di antaranya:

1. Meminjam Pendapat Ulama Golongan Lain

Seperti yang kita tahu, Wahabi menempatkan Syiah sebagai musuh nomor wahid. Banyak dalil yang mereka sajikan untuk meng-counter musuh bebuyutannya itu.

Di antara dalil yang mereka jadikan sandaran adalah fatwa Syekh Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, golongan yang selama ini mereka perangi menggunakan stempel bid’ah.

Dalam Risalah Ahlissunah wal Jama’ah, Syekh Hasyim Asy’ari menyebut Rafidhah sebagai salah 1 dari 6 golongan sesat di samping Haruriyah, Qadariyah, Jahmiyah, Murji’ah, dan Jabariyah. Potongan kalam kyai Hasyim Asy’ari ini ternyata banyak dijumpai di situs-situs pro-Wahabi dalam tema ‘Syiah Bukan Islam’-nya.

Dengan dalil itu pula mereka secara implisit maupun kentara menohok orang-orang NU yang mereka nilai condong kepada Syiah atau bahkan dianggap sebagai pengikut Syiah, di antaranya Ketua Umum PBNU sendiri, KH. Said Aqil Siroj.

Namun di sisi lain, ternyata Kiai Hasyim juga punya wanti-wanti yang tak kalah penting dari itu yakni untuk mewaspadai kaum mujassimah yang beliau sebut sebagai sekte pelaku bidah muharramah. Banyak ulama yang menggolongkan Wahabi sebagai pengikut mujassimah itu.

Bahkan beliau secara eksplisit menulis nama syekh Muhammad bin Abdulwahhab dalam risalahnya itu. Berikut petikannya :

وَمِنْهُمْ فِرْقَةٌ يَتَّبِعُوْنَ رَأْيَ مُحَمَّدْ عَبْدُهْ وَرَشِيدْ رِضَا ، وَيَأْخُذُوْنَ مِنْ بِدْعَةِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ النَّجْدِيْ ، وَأَحْمَدَ بْنِ تَيْمِيَّةَ وَتِلْمِيْذَيْهِ ابْنِ الْقَيِّمِ وَعَبْدِ الْهَادِيْ

‘Diantara mereka terdapat juga kelompok yang mengikuti pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Mereka melaksanakan kebid’ahan Muhammad bin Abdulwahhab al-Najdi, Ahmad bin Taimiyah serta kedua muridnya, Ibnul Qoyyim dan Abdul Hadi.’

2. Distorsi Berita

Di antara polemik berkepanjangan yang hingga kini pun masih terjadi adalah sebuah tema yang diusung PBNU dalam muktamarnya di Jombang pada 2015 lalu, “Islam Nusantara”.

Oleh media-media Wahabi dan di luar Wahabi yang menentang tema itu, Islam Nusantara diidentifikasi sebagai proyek orang-orang liberal untuk mencerabut muslimin Indonesia dari Islam yang sahih.

Tanpa mau melihat definisi sesungguhnya, mereka ‘berimajinasi’ tentang Islam Nusantara kemudian menggelindingkannya lewat dunia maya, kajian-kajian dan pembicaraan-pembicaraan santai di ruang kerja.

Bola liar yang tak terkendali itu diantaranya ialah ungkapan-ungkapan sinis yang menuduh Islam Nusantara menyeleweng dari syariat, memecah belah , anti-Arab atau pernyataan-pernyataan sejenis lain yang sebenarnya keluar dari konteks Islam Nusantara itu sendiri.

Mereka mengartikannya sebagai me-Nusantara-kan Islam, padahal tema itu pada dasarnya hanya memberikan nama pada hal-hal yang sudah berjalan selama ini.

Rais ‘Aam PBNU, KH. Ma’ruf Amin menyebutnya dengan istilah Islam Ahlussunnah wal Jama’ah al-Nahdliyyah.

Menurut beliau, Islam Nusantara adalah cara proaktif warga NU dalam mengidentifikasi kekhususan-kekhususan dalam dirinya guna meng-i’tibar-kan karakteristik ke-NU-an yang demokratis, toleran dan moderat.

Jauh dari pengertian yang digaungkan oleh orang yang gagal paham dalam mengenali Islam Nusantara.

Tema lain yang dijadikan sasaran tuduhan liberal adalah program “Ayo Mondok”. Gerakan yang berada di bawah koordinasi Pengurus Pusat Rabithah Maahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (PP RMI) yang diluncurkan pada 1 Juni 2015 itu dipropagandakan sebagai program dari Jaringan Islam Liberal (JIL).

Sungguh yang dilakukan oleh situs-situs Wahabi itu adalah sebuah penyesatan informasi yang nyata.

3. Menggugat Sebutan Mereka Sendiri

Jika ada golongan yang menolak disebut dengan sebutan yang selama ini sudah lazim disematkan kepadanya, maka salah satunya adalah Wahabi. Mereka lebih nyaman disebut sebagai Salafi.

Mereka menolak ‘Wahabi’ karena sebutan itu mengandung kesalahan nisbah, harusnya ‘Muhammadi’ jika yang dimaksudkan adalah pengikut Syekh Muhammad bin Abdulwahhab. Mereka juga berkilah bahwa sebutan seperti itu adalah wujud suul adab kepada Allah karena ‘al-Wahhab’ adalah salah satu nama-Nya. Itu sah-sah saja.

Namun nyatanya, penyangkalan itu tidak berhenti di situ. Mereka kemudian mendistrosi informasi dengan mengarahkan sebutan itu kepada pihak lain yakni kaum yang dinyatakan sebagai khawarij yang muncul pada abad ke-3 Hijriyah yakni Wahbiyyah, pengikut Abdulwahhab bin Rustum.

Lalu, kenapa para pendahulu mereka ridha dengan sebutan itu hingga bertahan selama berpuluh-puluh tahun?

Ataukah mungkin, istilah ‘Wahabi’ sudah kadung identik dengen cara dakwah yang kaku, yang gemar memberi stempel sesat kepada pihak lain yang berbeda pendapat terutama dalam masalah tradisi keislaman seperti maulid nabi, tawassul, haul, tahlil, istighatsah dan sejenisnya. Dan itu dipandang sebagai sesuatu yang ekstrim oleh masyarakat sehingga mereka bermaksud untuk berlepas diri darinya.

4. Menggalang Kebersamaan dengan Golongan Lain

Dideklarasikannya Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) adalah salah satu momentum menyatunya Wahabi dengan elemen masyarakat anti Syi’ah lainnya.

Dengan modal kondisi masyarakat yang begitu kontra dengan Syiah meskipun banyak di antaranya yang baru mengenal Syiah, aliansi ini dengan percaya diri menggaungkan ‘perang’ bertema Sunni versus Syiah di Indonesia.

Tema kebersamaan yang lebih hangat adalah Aksi Bela Islam. Tidak bisa disangkal bahwa aksi masyarakat muslim tanah air itu diikuti oleh berbagai golongan dan lintas mazhab. Tak terkecuali para pengikut Wahabi.

Meskipun terdapat perbedaan pendapat di antara mereka dalam menyikapi boleh tidaknya demonstrasi, pada kenyataannya di lapangan mereka membaur dengan elemen muslim dari FPI, FUI, HTI, Muhammadiyah atau bahkan dari NU yang meskipun secara organisatoris tidak mendukung namun tidak pula melarang warganya berpartisipasi.

5. Memperdaya Logika Awam

Tindakan ini efektif ditujukan kepada orang-orang yang tidak mengerti hakikat penolakan muslimin terhadap paham Wahabi.

Logika yang mereka bangun adalah “Jika Wahabi diidentikkan dengan pihak yang ekstrim, mana mungkin Wahabi melakukan banyak hal yang bernilai kebaikan?”

Lalu, mereka mencontohkan betapa mudah para milyuner Saudi menginfakkan hartanya, betapa baiknya askar Saudi dalam memperlakukan jamaah haji, betapa banyaknya bantuan mereka terhadap pengungsi Palestina dan kontribusi-kontribusi lain semacam itu.

Jelas, usaha seperti itu adalah sebuah apologi yang salah sasaran karena menempatkan keyakinan atau akidah sebagai sesuatu yang berbanding lurus dengan akhlak kepada sesama. Faktanya, 2 hal itu memang tidak bisa sepenuhnya saling mempengaruhi satu sama lain.

Dan itulah yang dijejalkan kepada orang-orang yang tak paham mengenai hal-hal yang dijadikan sandaran kaum muslimin untuk menolak Wahabi. Dan bisa diduga, makin mudahnya orang-orang awam meyakini bahwa Wahabi adalah korban fitnah belaka.

Korban dari kaum muslim lain yang enggak meninggalkan kebidahan dan kesalahannya dalam memahami Islam secara murni.

Kategori
Wisata

Klarifikasi Pihak Masjid Al-Hikmah New York terkait Daud Rasyid

DatDut.Com – Beberapa hari ini ada video yang berkeliaran mengenai kekisruhan di masjid Al-Hikmah New York, khususnya kejadian pada Jumat 19 Mei 2017.

Daud Rasyid (DR) yang mengaku Imam masjid Al-Hikmah juga telah memberikan pernyataan yang tidak jujur, serta diramu untuk menangkis sikap dan karakternya yang sangat memalukan.

Karakter DR yang kaku, angkuh, ingin benar sendiri, bahkan cenderung mengkafirkan pihak-pihak yang tidak sependapat dengannya telah membawa perpecahan dan kekisruhan di Masjid Al-Hikmah sejak setahun ini.

Kehadiran Daud Rasyid di Masjid Al-Hikmah

Sebelum menjelaskan perihal apa yang terjadi di masjid Al-Hikmah, perkenankan kami menyampaikan terlebih dahulu tentang kehadiran Daud Rasyid di masjid Al-Hikmah. Hal ini penting diketahui agar latar belakang setiap peristiwa bisa menjadi jelas.

Daud Rasyid pertama kali ke Amerika diundang oleh ICMI Orwil Amerika untuk memberikan ceramah agama di beberapa kota, termasuk di masjid Al-Hikmah. Sejak itu pula Daud Rasyid sudah tertarik untuk pindah kerja di Amerika.

Di mana-mana meminta diundang untuk jadi Imam, seperti IMAAM di Washington DC, IMF di Los Angeles, Pengajian Houston, bahkan masjid kecil dengan jamaah kecil seperti Philadelphia juga diminta mengundangnya jadi imam. Juga beberapa kali mendekati pengurus masjid Al-Hikmah New York.

Tapi tidak satu pun dari masjid atau kelompok pengajian itu yang tertarik untuk mengundangnya. Hingga tahun 2016 ada salah seorang anggota Board masjid Al-Hikmah yang berhasil dia dekati dan mengunsangnya.

Anggota Board inilah, tanpa sepengetahuan pengurus lainnya, dan juga tanpa penyampaian apa pun kepada jamaah, mengundang Daud Rasyid untuk datang menjadi Imam di masjid Al-Hikmah.

Sebenarnya tidak ada masalah kalau saja dilakukan dengan prosedur yang baik. Toh memang memerlukan Imam. Yang jadi masalah karena datang tanpa prosedur yang benar.

Tapi yang paling bermasalah adalah cara pandang agama Daud Rasyid yang keras, kaku dan tidak mengenal lingkungan. Semua yang tidak sejalan dengan pikirannya dianggap salah. Apalagi dengan karakter yang selalu ingin menang sendiri dan angkuh.

Maka sejak kehadirannya jamaah menjadi resah, ribut, bahkan terkadi kekisruhan-kekisruhan. Yang ikut di pengajian-pengajiannya tidak pernah lebih dari 7-10 orang.

Jamaah masjid Al-Hikmah menolak Daud Rasyid. Bahkan orang yang mengundangnya ke New York juga telah dihentikan dari kepengurusan masjid.

Baca juga:  Belajar dari 7 Teladan Muhammad Ali, Sang Legenda Tinju Muslim yang Baru Saja Wafat

Oleh pengurus Masjid Al-Hikmah Daud Rasyid sudah berkali-kali diminta berhenti, atau dipecat. Tapi Daud Rasyid tetap bertahan, bahkan tidak mengakui pengurus masjid yang ada. Dia ingin melakukan semuanya dan merasa otoritas mutlak di Masjid Al-Hikmah.

Konflik di Masjid

Memang sejak beberapa tahun terakhir ada konflik antara beberapa orang dengan pengurus masjid. Berbagai fitnah terjadi, bahkan mereka berusaha membawanya ke pengadilan.

Tapi singkatnya permasalahan itu adalah ketidakpuasan semata kepada pengurus karena mereka tidak masuk dalam kepengurusan.

Mereka pun melakukan berbagai tuduhan, teramasuk penyalahgunaan dana, yang hingga kini justeru pihak tertuduh meminta mereka membawanya ke arbitrasi biar semua dapat dibuktikan. Tapi mereka gagal melakukan itu.

Ternyata Aud Rasyid yang merasa Imam itupun memihak, bahkan belakangan diketahui memang dibawa oleh pihak-pihak yang menuntut pengurus ini. Karena dia memihak maka jamaah semakin resah dan marah kepadanya.

Bahkan tidak sekalipun ceramah Daud Rasyif diikuti oleh jamaah masjid Al-Hikmah kecuali mereka yang melawan kepengurusan itu.

Masalah Kiblat Masjid Al-Hikmah

Masalah kibkat di masjid ini memang sudah ada sejak awal dibeli gedung. Sejak itu ada perbedaan pendapat tentang arah kiblatnya. Perbedaan ini disebabkan oleh berbedaan metode dalam penentuan.

Di Amerika Utara memang ada perbedaan para ulama dalam melihat arah kiblat. Oleh karena adanya perbedaan metode, maka hasilnya juga berbeda. Maka wakar jika ada sedikit perbadaan antara satu masjid ke masjid yang lain.

Menyikapi perbedaan ini sejak awal pengurus Masjid Al-Hikmah menentukan mengikut kepada salah satu pendapat yang ada. Keputusan ini diambil setelah meminta pendapat Fiqh Council of North America, semacam Majelis Ulamanya Amerika.

Selain itu pendapat ini juga mendukung bentuk gedung yang ada. Sehingga dapat menampung jamaah yang lebih banyak dab juga tidak merubah keindahan ruangan yang sudah ada.

Tiba-tiba ketika Daud Rasyid tiba, dengan bisikan beberapa jamaah yang memang dari dulu punya pendapat lain, merubah kiblat secara sepihak. Dia mencoret karpet ruangan dengan spidol dan semua ini tanpa konsultasi dengan pengurus.

Inilah kemudian yang semakin menjadikan jamaah Masjid Al-Hikmah semakin marah. Melakukan perubahan kiblat tanpa konsultasi dengan pengurus, dan menumbuhkan keraguan kepada jamaah lainnya.

Kejadian di Hari Jumat 19 Mei

Perlu diketahui bahwa jadwal khatib di masjid-masjid di Amerika ini diatur oleh pengurus masjid. Demikian pula dengan masjid Al-Hikmah.

Maka pada Jumat lalu, 19 Mei, pengurus sudah mengundang seorang khatib bernama Syeikh Nasr Hack. Beliau ini sudah memberkan khutbah di masjid bertahun-tahun. Dan tahu permasalahn kiblat yang disampaikan di atas.

Karena Daud Rasyid karena ingin merendahkan pengurus dan takut kalau sang khatib dan Imam tadi kembali ke kiblat asli masjid Al-Hikmah, sebelum waktu khutbah yang biasa dia sudah mendahului salam dan ingin memulai khutbah sendiri.

Di saat itulah pengurus mengambil alih mikrofon dan mengharapkan Daud Rasyid menghentikan dan memberikan kesempatan kepada khatib yang sudah diundang. Kenyataannya dia terus melanjutkan khutbahnya. Maka terjadilah kekisruhan.

Pengurus memang sejak beberapa Jumat terakhir meminta polisi menjaga. Hal ini karena pertimbangan keamanan. Maka ketika terjadi kekisruhan dalam sang polisi masuk dan hampir saja menangkap Daud Rasyid.

Jadi init kekisruhan jumatan itu karena Daud Rasyid menyerobot jadwal orang lain. Bahkan memulai khutbah sebelum waktunya. Khutbah dimulai jam 1:10 biasanya. Daud Rasyid memulai khutbah jam 12:55 persis di saat waktu Zhuhur masuk.

Penutup

Kehadiran Daud Rasyid di Masjid Al-Hikmah telah menjadi kanker berbagai permasalahan. Selain karena kehadirannya memang tidak dikehendaki, juga pemikiran agamanya yang sempit, kaku dan radikal. Mengharamkan tahlilan, qunut, baca doa bersama, hingga mengganti kiblat yang dianggap salah.

Kegiatan interfaith juga dianggap haram. Karakternya yang membangun kebencian kepada masyarakat lain, khususnya mereka yang beragama lain, sangat berbahaya dalam konteks Amerika.

Dan karenanya terjadilah keributan dan kekisruhan yang tidak perlu, bahkan memalukan masyarajat Indonesia di kota New York.

Demikian kami sampaikan apa adanya. Semoga dengan penjelasan ini warga Indonesia lebih paham, sekaligus mendoakan semoga semua ini segera berakhir.

New York, 23 Mei 2017

Dewan Pengurus Masjid Al-Hikmah New York.

Kategori
Wisata

Seandainya Orang Sok Toleran itu Hidup di Zaman Rasulullah

DatDut.Com – Banyak yang mengatakan bahwa dirinya sudah berpikiran dewasa, selalu menyuarakan jargon Islam Rahmatan Lilalamin. Katanya, mereka membawa Islam yang ramah, santun yang selalu menjaga kedamaian dan keramahan.

Sampai-sampai, karena merasa paling benar sendiri dalam berislam, mereka mengatakan kepada muslim lainnya dengan sebutan radikal, sumbu pendek, belum dewasa, dan ungkapan aneh lainnya.

Jangan-jangan bila mereka hidup di zaman Rasulullah Saw., juga berani mengatakan kata-kata merendahkan tersebut kepada Nabi. Ketika melihat Nabi meminpin Perang Badar, Perang Uhud, atau Perang Khandaq, mereka berani berkata, “Nabi kok memimpin Perang! Nabi kok sukanya Perang! Nabi harusnya mengajarkan kedamaian, seperti kami ini.”

Mendengar Nabi berdoa: “Semoga Allah merobek-robek kerajaanya (Persia),” mereka mungkin akan berkata, “Nabi kok mendoakan jelek! Nabi seharusnya mendoakan yang baik-baik, seperti kami ini.”

Mendengar bahwa Nabi menghukum potong tangan pada wanita bangsawan yang terbukti mencuri, dan beliau marah ketika ada sebagian yang coba-coba menawar hukuman tersebut. Mereka akan berkata, “Nabi kok keras dan pemarah gitu! Mestinya Nabi itu pemaaf, mengayomi, dan santun, seperti kami ini.”

Melihat Nabi memerintahkan para sahabat untuk merobohkan masjid dhirar (pemecah persatuan umat), mereka akan berkata, “Nabi kok radikal bener! Mestinya Nabi itu lemah lembut seperti kami ini.”

Melihat Rasulullah mengusir orang-orang Yahudi yang mengingkari, mereka akan berkata, “Nabi kok tidak toleran! Nabi kok tidak mengajarkan toleransi! Seharusnya Nabi itu harus sangat toleran, seperti kami ini.”

Siapakah mereka ini? Dialah oknum yang merasa paling bijaksana dan merasa paling benar sejagat raya yang suka mencibir dan mencaci maki sesama muslim.

Perlu diingat! Sifat Rasulullah Saw. itu tidak hanya lemah lembut, akan tetapi juga sangat keras dan tegas pada kebatilan dan kemungkaran. Bukan hanya mendamaikan, tetapi juga garda terdepan dalam peperangan.

Kategori
Wisata

Ini Makna “Khilafah” dalam Al-Qur’an dan Hadis

DatDut.Com – Secara morfologis, khilafah merupakan bentuk infinitif (mashdar) dari kata khalafa. Sedangkan dalam tinjauan leksikografi, kata khalafa diberikan beberapa arti. Ada yang mengartikannya sebagai seseorang yang datang berikutnya (Lisan al-Arab, 9:89).

Ada pula yang mengartikannya sebagai seseorang yang menempati posisi orang lain (Mu’jam Mufradat al-Qur’an, 157). Ada yang lebih tegas lagi menyebutkan bahwa kedatangan orang itu telah berarti sebagai pengganti (Taj al-Arus, 246).

Ibn al-Atsir mengatakan bahwa kata khalafa bisa dibaca dalam dua versi, dengan menfathahkan lam (khalafa) dan mensukunkan lam (khalfu). Keduanya sama-sama berarti setiap orang yang datang setelah orang yang berlalu.

Bedanya jika dibaca dengan menfathahkan lam berarti sebagai pengganti yang baik, sedangkan jika dibaca dengan mensukunkan lam berarti sebagai pengganti yang tidak baik (Taj al-Arus, 247).

Al-Raghib al-Ashfihani mengartikan khilafah sebagai pergantian kepemimpinan seseorang dikarenakan yang bersangkutan tidak berada ditempat, atau telah meninggal dunia, atau ia tidak mampu lagi untuk memimpin, atau untuk memberikan kesempatan kepada yang lebih berhak (Mu’jam Mufradat al-Qur’an, 157).

Sedangkan khalifah, Muhammad Murtadha al-Husain al-Zabidi mengartikan sebagai penguasa tertinggi untuk keseluruhan dunia Islam yang menggantikan posisi penguasa sebelumnya, dengan melaksanakan tugas-tugasnya (Taj al-Arus, 264).

Derivasi kata khilafah yang terdapat dalam al-Qur’an semuanya berjumlah 127 ayat (Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an, 238-241). Beberapa kata yang menonjol dalam tema ini, antara lain, kata khalifah, khala’if, khulafa’.

Sedangkan kata khilafah sendiri tidak ditemukan dalam al-Qur’an. Kata khalifah terdapat pada dua tempat (2:30; 38:26). Kata khala’if disebutkan dalam empat ayat (6:165; 10:13; 10:73; 35:39). Dan kata khulafa’ terdapat di tiga tempat (7:69; 7:74; 27:63).

Dalam Hadis tentu jumlahnya jauh lebih besar. Penelitian sekelompok orientalis dengan editor A.J. Wenschink terhadap kata khilafah berikut derivasi-derivasinya yang terdapat dalam al-kutub al-tis’ah (Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan al-Tirmidzi, Sunan Abi Daud, Sunan al-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Al-Muwattha’, Musnad Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Darimi) saja, ditemukan ratusan kata (Al-Mu’jam al-Mufahras fi Alfazh al-Hadits al-Syarif, 2:70-71).

Seperti dalam al-Qur’an, ada beberapa kata yang menonjol dan relevan dengan tulisan ini, antara lain, khalifah, khulafa’, khalifatain, khilafah.

Kata khilafah ditemukan lebih dari 40 Hadis. Kata khulafa’ (bentuk plural) disebutkan di 11 Hadis. Kata khalifatain (bentuk dual) ditemukan di tiga tempat. Sedangkan bentuk tunggalnya terdapat di sekitar 68 Hadis.

Semua kata di atas berikut derivasinya yang terdapat dalam al-Qur’an dan beberapa hadis Nabi di atas tidak semuanya dapat diartikan mempunyai keterkaitan dengan otoritas politik atau minimal mengandung pengertian politik.

Karenanya, para ulama berbeda pendapat apakah ayat-ayat dan hadis-hadis dalam tema ini semuanya mengandung keterkaitan antara urusan-urusan keagamaan dan urusan-urusan politik, atau tidak?

Menurut Ibnu Taimiyyah beberapa kata itu bermakna kepemimpinan dan pemimpin (imamah dan imam) atau kerajaan dan raja (mamlakah dan malik) dalam pengertian yang umum, dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan perintah ilahi semisal pengangkatan secara nubuwwah (Pemikiran Politik Ibnu Taymiyyah, 135).

Sementara itu, beberapa ulama lainnya menyebutkan bahwa beberapa kata itu mempunyai keterkaitan langsung yang menggabungkan antara urusan-urusan keagamaan dan urusan-urusan politik (Bahasa Politik Islam, 63).

Dua kelompok ini mempunyai argumen yang sama kuat. Ibnu Taimiyyah, misalnya, mengatakan bahwa beberapa kata itu hanya bermakna sebagai kekuasaan yang digantikan. Karenanya, jika ada orang yang menafsirkan beberapa kata itu dengan tafsir yang teliti dan mengambil teori politik yang penting dari tafsirnya itu, maka sungguh ia telah merendahkan wahyu ilahi dan realitas sejarah (Pemikiran Politik Ibnu Taymiyyah, 140). Karena banyak dari kata itu yang jika ditafsirkan dengan pengertian politik menjadi tidak bermakna.

Kelompok ini mengambil kata khala’if yang terdapat dalam surat al-A’raf, 69, 73, dan surat Yunus, 73, sebagai dasar argumen. Mereka mengatakan bahwa maksud dari kata khala’if di ayat-ayat tersebut berarti orang-orang yang selamat dari bencana azab Allah.

Benar, pemikiran yang munyembul pada beberapa ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah menjadikan manusia untuk menjadi khalifah-nya di muka bumi, tidak dapat disalahkan dalam tinjauan linguistik. Namun hal ini terlampau jauh dan asing sekali terjadi.

Sedangkan di lain pihak, kelompok yang menganggap ada keterkaitan dengan kekuasaan politik berargumen bahwa ada beberapa ayat dan hadis yang di dalamnya terdapat kata ini, jelas-jelas memberikan kesan yang kuat bahwa maksud dari ayat itu adalah kekuasaan politik.

Ayat “Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi,” (38:26), adalah salah satu contoh ayat yang dijadikan dasar argumen kelompok ini. Menurut mereka, lanjutan ayat di atas: “dan berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil,” semakin menguatkan argumen itu. Daud sendiri, seperti diketahui, adalah seorang Nabi sekaligus seorang raja yang pada dirinya terkumpul dua otoritas utama, otoritas politik dan agama (Bahasa Politik Islam, 62).

Mungkin sebagai jalan moderasi, lebih tepat jika dikatakan term-term ini mempunyai konsekuensi semantik yang berbeda satu sama lain, sesuai konteks kalimat dimana ia berbicara.

Term khalifah pada ayat:  “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”, (2:30), secara semantis berbeda dengan term khalifah yang terdapat pada ayat tentang Daud sebelumnya.

Begitu pula term khalifah  yang terdapat pada hadis riwayat Muslim berikut: “Ya Allah, engkaulah teman dalam perjalanan dan khalifah bagi keluarga” (Shahih Muslim, 2:617), konsekuensi semantiknya berbeda secara diametral dengan term khalifah yang terdapat pada hadis riwayat Muslim lainnya: “Akan ada pada masa-masa akhir ummatku seorang khalifah yang gemar menghambur-hamburkan harta kekayaan negara” (Shahih Muslim, 2:617).

Dari sini menjadi jelas bahwa term-term ini baik yang terdapat dalam al-Qur’an maupun hadis tidak sepatutnya dipergunakan untuk tujuan politik dan dijadikan sebagai justifikasi suatu teori politik tertentu.

Karena jika ayat maupun hadis itu dibaca baik-baik disertai dengan melihat konteksnya akan ditemukan maksud dari term-term yang terkait dengan permasalahan khilafah bahwa Allah telah menjadikan manusia dan memerintahkan kepadanya untuk menata, melestarikan, dan membangun bumi sesuai dengan perintah yang telah digariskan Allah.

Meski benar bahwa sebagian ayat maupun hadis dalam tema ini terkandung pembicaraan mengenai penyelenggaraan administrasi untuk wilayah tertentu, seperti yang dapat kita temukan dalam kasus Daud. Namun kita pasti akan terjebak dalam perangkap kesalahan, ketika kita mengambil dari ayat maupun hadis ini satu teori politik tertentu.

Dan itu sendiri merupakan satu bentuk pelecehan terhadap ketinggian derajat al-Qur’an maupun hadis. Karena keduanya tidak memberikan petunjuk secara eksplisit mengenai teori yang terkait dengan konstitusi politik dan sistem ketatanegaraan dalam khilafah.

Kategori
Wisata

Begini Lho Model Kekhilafahan pada Era Khulafa Rasyidin

DatDut. Com – Era kekhilafahan dalam Islam dimulai pada tahun 632 M. Peristiwa ini terjadi setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw. Beliau tidak memberikan wasiat apa pun seputar tata cara pengangkatan dan pelengseran seorang kepala negara, setelah kemangkatanya.

Hal ini sempat menimbulkan pertentangan di kalangan sahabat. Mereka merasa kesulitan untuk menentukan siapa figur yang paling tepat untuk menggantikan kepemimpinan Nabi.

Namun kekisruhan itu akhirnya dapat diselesaikan juga yang kemudian menghasilkan kesepakatan untuk mengangkat Abu Bakar al-Shiddiq sebagai khalifah pertama pengganti Nabi. Mereka pun lalu membai’at Abu Bakar sebagai khalifah.

Pengangkatan Abu Bakar itu didasarkan atas pertimbangan bahwa Abu Bakar adalah sahabat paling karib Nabi dan pernah menggantikan Nabi menjadi imam shalat pada saat Nabi sedang udzur sakit. Ini merupakan lembaga pemerintahan pertama dan terpenting dalam sejarah Islam.

Setelah masa kekhilafahan Abu Bakar (632-634 M) berakhir karena beliau wafat, para sahabat mengangkat Umar bin al-Khattab sebagai khalifah pengganti melalui wasiat yang dipesankan oleh Abu Bakar.

Selanjutnya, ketika kekhilafahan Umar (634-644 M) dirasa akan segera berakhir karena luka parah yang diderita Umar akibat upaya pembunuhan yang dilakukan terhadap Umar, umat pun kemudian menunjuk Usman bin Affan sebagai khalifah.

Usman menduduki jabatan ini dalam waktu yang cukup lama, sekitar 14 tahun (644-656 M). Usman pun harus mengakhiri kekhilafahannya dengan tragis. Beliau terbunuh. Berikutnya umat menyepakati Ali bin Abi Talib sebagai khalifah.

Pemerintahan Ali berjalan sampai lima tahun (656-661 M). Akhir pemerintahannya hampir sama dengan Usman. Beliau terbunuh dan terlibat konflik yang berkepanjangan dengan seteru-seteru politiknya.

Menariknya, tiap khalifah pada masa ini mempunyai model dan karakteristik yang berbeda satu sama lain dalam proses pembaiatan mereka sebagai khalifah. Bahkan di antara mereka berempat sebagiannya dipermasahlakan keabsahannya menduduki posisi puncak itu oleh beberapa kelompok.

Namun di atas itu semua, era ini dicatat sejarah sebagai era yang benar-benar dapat disebut sebagai era kekhilafahan. Bahkan Nabi sendiri pernah membatasi masa kekhilafahan hanya sampai kurang lebih tiga puluh tahun.

Nabi bersabda, “Kekhilafahan sesudahku hanya akan berlangsung selama tiga puluh tahun dan selanjutnya diteruskan oleh bentuk pemerintahan monarki“.

Jika dihitung secara keseluruhan akan diketahui bahwa semenjak permulaan kekhilafahan Abu Bakar sampai berakhirnya masa kekhilafahan Ali bin Talib jumlahnya kurang lebih sekitar tiga puluh tahun. Era inilah disebut dengan masa keemasan dalam sejarah Islam, setelah masa Nabi.

Ketika itu, “khilafah” dipahami sebagai kepemimpinan pusat untuk seluruh dunia Islam yang berwenang mengatur urusan-urusan keagamaan dan kepentingan duniawi. Karena khilafah pada era ini merupakan perwujudan dari integrasi otoritas agama dan otoritas politik dalam menegakkan pelaksanaan syariah Islam.

Pemerintahan era Khulafa Rasyidin merupakan pemerintahan yang dihasilkan dari proses penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh angkatan perang.

Para amir (gubernur) saat itu adalah para komandan perang di mana mereka dibahawi oleh seorang amir al-mu’minin yang bertindak satu sisi sebagai pemimpin umum dan ketua pelaksana penegakkan syariah Islam, dan di sisi lain ia juga seorang pemimpin kafilah-kafilah tentara perang.

Karena upaya-upaya penaklukan wilayah kekuasaan ini dilakukan dalam rangka menyebarkan agama baru, maka setiap keberhasilan bukan semata-mata untuk dinikmati para amir atau panglima-panglima angkatan perang.

Di samping pada saat yang sama mereka adalah tokoh-tokoh agama di kalangan sahabat. Memang penaklukan-penaklukan itu semenjak awal ditujukan untuk semata-mata penyebaran agama dan bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan.

Para khalifah itu dalam menjalankan kekuasaannya selalu didasarkan atas nama dan bimbingan agama. Dengan tuntunan agama pula mereka berpegang teguh dalam penyelenggaraan syariah. Darinya pula mereka mencari ketetapan dan pengarahan.

Pada era ini agama berposisi sebagai pengatur jalannya laju politik dan memberikan pertimbangan utama. Politik dijadikan sebagai pengejawantahan agama dan selalu patuh padanya. Integrasi inilah yang terjadi antara para amir dan ulama serta antara agama dan politik.

Kategori
Wisata

Wacana Khilafah di Dunia Maya Dikuasai Kelompok Anti-Pancasila

DatDut.Com – Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, tentu menjadi pasar terbuka dan menjanjikan dalam pemanfaatan internet sebagai sarana ekspresi baru seseorang atau kelompok untuk menunjukkan eksistensinya.

Apalagi pada saat yang hampir bersamaan masyarakat Indonesia baru saja menikmati kebebasan berserikat dan menyatakan pendapat setelah tumbangnya rezim otoriter dan bergulirnya orde reformasi.

Oleh karena itulah, kelompok-kelompok Islam baik yang moderat, radikal, maupun liberal, memanfaatkan internet tidak hanya untuk menunjukkan eksistensinya, tetapi juga sekaligus sebagai wahana memasarkan gagasan dan ide yang diusungnya, termasuk melakukan serangan balasan terhadap kelompok lain yang berseberangan.

Isu-isu yang diusung itu tidak hanya yang berhubungan dengan problematika masyarakat Muslim di Indonesia, tetapi juga masyarakat Muslim di belahan dunia lainnya. Bahkan, sebagian isu diimpor dari tempat lain.

Hal ini biasanya dilakukan oleh kelompok atau organisasi Islam transnasional. Perkembangan paling mencengangkan soal ini, belakangan isu yang berkembang pesat di dunia maya justru didominasi oleh kelompok radikal.

Salah satu isu yang berkembang cukup dominan di dunia maya adalah model negara Islam versi khilafah. Inilah yang menjadi fokus penelitian Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, Elve Oktafiyani, M.Hum, dan Ibnu Harish.

Tim peneliti dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengangkat tema “Cyber Islam di Indonesia: Perang Ideologi NKRI dan Khilafah di Dunia Maya”. Penelitian ini sendiri dibiayai oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (Diktis) Kementerian Agama RI.

Diktis sendiri memang setiap tahun membuka kesempatan seluas-luasnya pada dosen Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) untuk mendapatkan dana penelitian baik di tingkat nasional maupun internasional.

Bahkan mulai tahun ini sesuai amanat UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, Diktis mengamanatkan kepada pengelola perguruan tinggi untuk mengalokasikan 30 persen anggaran untuk penelitian.

Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Syarif dkk. ini dapat dikatakan penelitian rintisan, karena tema ini masih jarang dilirik oleh para peneliti dalam negeri. Padahal tema ini sudah menjadi subdisiplin ilmu tersendiri di luar negeri.

Bahkan, jurnal yang khusus membicarakan tema ini pun sudah ada. Dari penelitian tersebut dihasilkan 5 temuan berikut:

1. Situs yang Terlibat Perang Wacana

Ada 3 situs yang terlibat dalam perang wacana terkait isu khilafah. Masing-masing situs ini mewakili kelompok moderat, radikal, dan liberal dalam konteks Islam di Indonesia.

Ketiga situs itu: (1) situs hizbut-tahrir.or.id mewakili kelompok Islam radikal yang memperjuang-kan sistem khilafah; (2) situs islamlib.com mewakili kelompok Islam liberal yang menolak dengan keras isu khilafah; (3) situs nu.or.id mewakili kelompok Islam tradisional-moderat terkait isu khilafah.

2. Situs NU Berseberangan dengan Situs HTI 

Berdasarkan analisis topik, diketahui bahwa situs NU dan situs HTI mempunyai kecenderungan selalu berbeda dalam menyikap isu ideologi khilafah. Isu yang diangkat cenderung berseberangan. Hasil pengolahan dan analisis data diketahui, situs JIL ternyata tidak banyak menurunkan berita dan artikel terkait dengan isu khilafah.

Meskipun ini tidak berarti pengelola situs islamlib.com mengabaikan dan tidak fokus dalam merespons isu-isu yang ada seputar khilafah. Ini bisa dipahami karena situs JIL memang dibuat tidak hanya untuk menanggapi isu ini.

Ini juga tidak berarti situs ini tidak membicarakan isu khilafah. Berdasarkan hasil pengolahan data, diketahui situs JIL cukup banyak membicarakan isu khilafah, namun dilakukan secara sporadis, tidak ada fokus yang hendak dicapai selain penolakan terhadap sistem khilafah.

3. Dominasi Situs HTI dalam Perang Wacana Khilafah

Masing-masing situs juga berbeda dalam kadar dan intensitas pemberitaan. Dalam analisis wacana dunia maya, jumlah menandakan fokus dari pengelola situs. Semakin banyak dan semakin sering isu atau topik tertentu diangkat, maka semakin tinggi perhatian pengelola situs itu terhadap isu tertentu.

Secara umum, situs HTI lebih banyak dan lebih beragam dalam mengembangkan wacana ideologi khilafah. Ini karena memang situs HTI mempunyai misi utama untuk mengkampanyekan ideologi khilafah dan menangkal semua pandangan yang berbeda. Ini sekaligus memberi pesan bahwa kelompok HTI serius menggarap isu ini, paling tidak dalam kurun 2011-2015 yang menjadi kurun waktu penelitian ini.

4. Enam Isu Besar dalam Perang Wacana Khilafah

Dari analisis topik pula dapat diketahui ada 6 (enam) isu besar yang digunakan oleh ketiga situs ini terkait ideologi khilafahPertama, khilafah adalah solusi. Keduakhilafah dan demokrasi. Ketigakhilafah dan NKRI. Keempat, khilafah dan penerapan syariah Islam. Kelima, khilafah dan ISIS. Keenam, khilafah utopis dan hanya mitos.

Dalam upaya pengarusutamaan paham agar menjadi ideologi masyarakat, masing-masing situs memasang nama beberapa tokoh untuk mendukung isu yang dikembangkannya.

5. Alat Wacana dalam Ideologisasi 

Yang dimaksud alat wacana di sini adalah perangkat yang dipergunakan untuk mengembangkan wacana, seperti fungsi, gaya bahasa, pemanfaatan jenis makna. Terkait fungsi wacana yang dikembangkan oleh ketiga situs, masing-masing secara umum sama-sama memanfaatkan fungsi direktif dan fungsi referensial pada ideologisasi.

Terkait gaya bahasa yang dipergunakan oleh ketiga situs ini, terlihat bahwa gaya bahasa bersifat persuasif lebih dominan daripada yang bersifat naratif. Makna yang dikirimkan mayoritasnya berupa gaya bahasa langsung. Makna denotatifnya pun lebih kental daripada makna konotatif. Pada beberapa judul terlihat lebih lugas dan cenderung provokatif.

Hal ini memang yang sering ditemui dikembangkan oleh para pengelola media online, karena dengan cara ini biasanya mereka bisa memudah mendatangkan pengunjung dan memancing para pembacanya untuk men-share konten yang di-publish.

Kategori
Wisata

Ini 5 Pesan Pengasuh Pondok Gontor untuk Orangtua Santri

DatDut.Com – K.H. Hasan Abdullah Sahal merupakan salah satu Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo. Putra keenam K.H. Ahmad Sahal ini, lahir di desa Gontor pada 24 Mei 1947, seperti dikutip dari Gontor.ac.id.

Pondok Gontor telah meluluskan banyak santri yang menjadi tokoh terkemuka di Indonesia, di antaranya Nurcholish Madjid, Hasyim Muzadi, Hidayat Nur Wahid, dan lain sebagainya.

Dalam satu kesempatan, K.H. Sahal berpesan untuk orangtua yang anaknya sedang menuntut ilmu di pesantren. Pesan tersebut ditulis oleh salah satu netizen yang memiliki akun Facebook bernama Initial De. Ini 5 uraiannya:

1. Anak Tergantung Orangtuanya

“Kalau mau punya anak bermental kuat, orangtuanya harus lebih kuat. Punya anak itu jangan hanya sekedar saleh, tapi juga bermanfaat untuk umat. Orangtua harus berjuang lebih ikhlas,” begitu nasihat Kiai Abdullah Sahal.

Pesantren adalah salah satu solusi untuk membendung anak Anda terjerumus dalam pergaulan bebas. Karenanya, pesan beliau dapat kita artikan bahwa anak itu tergantung orangtuanya. Jadi, ketika anak Anda dipilihkan pesantren sebagai tempatnya mencari ilmu, seharusnya Anda jangan kalah dengan anak.

Jangan sebaliknya. Orangtua menyerahkan pendidikannya tergantung pilihan anak. Karenanya, bersyukurlah Anda yang anaknya dapat mudah diarahkan untuk memilih pesantren sebagai tempatnya menuntut ilmu. 

2. Jangan Takut Anak Mati Kelaparan

Rasa khawatir pada anak pasti dialami setiap orangtua santri. Apalagi mereka yang baru pertama kali menitipkan anaknya di pesantren. Bahkan terkadang ada orangtua santri yang merasakan khawatir berlebihan. Sehingga setiap saat kabar anaknya yang sedang nyantri selalu ditanyakan pada pengurus pesantren.

Perlu diketahui, pesantren bukanlah kos-kosan yang bebas melakukan apa yang dinginkan. Bukan juga hotel yang memiliki fasilitas serba ada. Pesantren adalah lembaga pendidikan yang akan menggembleng anak Anda untuk prihatin. Prihatin makan, jajan, belajar, dan lain sebagainya. Karenanya, K.H. Hasan Abdullah Sahal berpesan agar orangtua santri tidak usah khawatir mati kelaparn.

3. Jangan Takut Terbelakang

Kemajuan teknologi merupakan fasilitas yang dapat dinikmati siapa pun. Berkat teknologi, komunikasi yang kita jalin dengan keluarga, saudara, dan teman, sangat mudah. Namun hal tersebut menjadi kendala sementara bagi anak Anda, karena sebagian besar pesantren melarang santrinya membawa fasilitas yang berlebihan, termasuk alat eletronik. Itu tadi kuncinya seperti yang saya katakana. PRIHATIN!

K.H. Hasan Abdullah Sahal pun membesarkan hati parang orangtua santri. Menurutnya, para santri tidak akan bodoh karena tidak ikut les di lembaga-lembaga luar pesantren. Para santri juga tidak akan bodoh karena tidak punya Gadget.

4. Lebih Baik Anda Menangis Sekarang

“Lebih baik kamu menangis karena berpisah sementara dengan anakmu, karena menuntut ilmu agama daripada kamu sudah tua menangis karena anak-anakmu lalai urusan akhirat, memikirkan dunia, rebutan harta, suka pamer, dan lupa surga,” kurang lebih begitu nasihat beliau.

Sekali lagi saya ingatkan. Melepas anak untuk menuntut ilmu di pesantren yang jauh dari kita memang bukan hal mudah. Perlu kesabaran dan ketabahan buah hati kita terpisah jauh dari rumah. Yakinlah, hal tersebut demi kebaikan anak Anda di masa depannya.

Seburuk-buruknya santri, paling tidak dia tahu bagaimana cara bertobat dan minta ampun pada Tuhan. Apalagi Anda tidak selamanya hidup di dunia ini. Bila anak Anda pernah nyantri, dia tahu bagaimana cara mendoakan orangtuanya yang sudah meninggal.

5. Allah yang Menjaga Langsung Para Santri

K.H. Hasan Abdullah Sahal juga mengingatkan bahwa para santri yang sedang menuntut ilmu di pesantren akan selalu dilindungi Allah. Alquran selalu menjaganya. Semua orangtua santri harus yakin ini.

Bahkan dalam Hadis Nabi yang diriwayatkan dari Abu Darda menyatakan bahwa orang yang sedang menuntut ilmu didoakan oleh semua makhluk Allah yang berada di langit maupun bumi, termasuk ikan-ikan di sungai dan laut (H.R. Ibnu Majah).

Kategori
Wisata

Ini Etos dan Kecintaan Ibnu Sina pada Ilmu Pengetahuan

Datdut.Com – Siapa yang tidak mengenal sosok Ibnu Sina. Seorang ulama dengan kegemilangan prestasi dan sejumlah karya. Dia dikenal dengan sebutan Avicenna di dunia Barat.

Dia adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter kelahiran Persia (sekarang sudah menjadi bagian Uzbekistan). Ia juga seorang penulis yang produktif di mana sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan pengobatan.

Bagi banyak orang, dia adalah “Bapak Pengobatan Modern” dan masih banyak lagi sebutan baginya yang kebanyakan bersangkutan dengan karya-karyanya. Ingin tahu sosok Ibnu Sina seperti apa? Simak 5 fakta menarik mengenai Ibnu Sina berikut:

1. Usia Belia yang Cemerlang

Ibnu Sina sudah menjadi penghafal Alquran sebelum usia 10 tahun. Ia juga tertarik dengan hakikat dan memahami metafisika serta semua filsafat Aristoteles di usia belia, 8 tahun.

Di usia yang sama pula atas inisiatif sendiri ia membeli buku tafsir metafisika Aristoteles karya Al-Farabi seharga 3 dirham. Buku tersebut kemudian sangat memengaruhi kehidupannya.

Kecerdasannya sangat terlihat sejak ia masih usia belia. Dan memang tanda-tanda sifat kecintaannya pada ilmu telah terlihat sejak usia muda.

2. Pakar Berbagai Bidang Ilmu

Ibnu Sina juga dikenal dengan kepakarannya dalam berbagai bidang ilmu. Di bidang kedokteran, Ibnu Sina telah membahas kanker, tumor, diabetes dan efek palcebo pada materpiece-nya “Al-Qanun fi al-Tibb” (The Canon of Medicine).

Di bidang psikologi, Ibnu Sina adalah pelopor psikofisiologi, psiokomatik dan neuropsikiatri. Ketertarikan ini membuatnya menulis banyak jurnal tentang psikologi dan psikiatri, jauh sebelum Carl Jung dan Sigmund Freud.

Beberapa penyakit psikologi telah ia bahas seperti halusinasi, insomnia, demenia, vertigo dan lainnya. Di bidang fisika, Ibnu Sina adalah penemu termometer dan ia selalu menggunakan alat itu di setiap penelitiannya untuk mengukur suhu udara sekitar.

Di bidang kimia, Ibnu Sina menemukan teknik destilasi uap untuk mengekstrak minyak Atsiri dari herbal dan rempah-rempah. Di bidang mekanika, ia telah menjelaskan teori momentum dan inersia. Dan masih banyak bidang kelilmuan yang dipakarinya.

3. Sifat  Workaholic

Ibnu Sina disebut-sebut sangat workaholic (berkerja tak kenal waktu). Ia menghabiskan sepanjang siangnya melakukan penelitian di laboratorium, mengajar atau menangani pasien. Di malam hari ia akan belajar dan menulis buku atau jurnal.

Sekretarisnya, Al Jauzakani, bahkan menyatakan Avicenna meninggal akibat kelelahan. ak jarang kebiasaan ini membuat teman-temannya mengkhawatirkan kesehatannya dan berusaha mengingatkan melalui teguran.

Tanggapannya? “Lebih baik aku berusia pendek namun penuh makna dan karya daripada diberi umur panjang yang hampa,” begitu jawabnya. Karena sifat workaholic dan mindset-nya yang mendahulukan ilmu atas segalanya, Ibnu Sina tidak pernah menikah seumur hidupnya.

4. Pecinta Ilmu

Di usia yang masih terbilang remaja, yaitu 18 tahun, Ibnu Sina telah memiliki reputasi sebagai ilmuwan fisika. Pencapaian dan kredibilitas tersebut tentunya hanya mungkin diraih dengan kecintaan pada ilmu.

Tidak diragukan lagi, Avicenna memang sangat mencintai ilmu. Saat disodori pilihan antara uang dan ilmu, ia tidak menemui kesulitan untuk menentukan pilihan. Hal itu tercermin ketika sebelum menetap di Gorgan, Ibnu Sina menyembuhkan Pangeran Mansur dan diberi pilihan sebagai imbalan.

Sebelumnya dokter di daerah tersebut menyerah hingga akhirnya sang pangeran sembuh di tangannya. Pangeran yang berlimpah harta kekayaan itu pun menawarinya uang, tanah hingga istana.

Tapi Ibnu Sina ternyata memilih diberi waktu untuk tinggal di perpustakaan milik sang pangeran selama beberapa hari untuk melahap ilmu dari koleksi buku-bukunya.

5. Di Penjara Tetap Berkarya

Banyak karya besar terlahir dari balik jeruji penjara. Ternyata hal ini juga dialami oleh Ibnu Sina. Ibnu Sina pernah dipenjara 4 bulan karena fitnah lawan-lawan politiknya.

Sebelumnya, ia memang pernah menjabat sebentar di pemerintahan dan karena kinerjanya sangat bagus, banyak yang tidak menyukainya.

Namun meski hidup di balik terali besi, Ibnu Sina tidak kehilangan energinya. Sebaliknya ia menjadi sangat produktif. Siang-malam dihabiskannya untuk menulis.

Salah satu karyanya di masa itu adalah sebuah buku yang kemudian menjadi masterpiece sepanjang masa. Asy-Syifa, buku yang dimaksud membahas banyak cabang ilmu. Mulai dari metafisika, geometri, musik, medis, sampai fisika.

Ketika akhirnya dibebaskan ia memutuskan bahwa politik bukan tempatnya. Demi sebuah pencerahan, Ibnu Sina pun mengembara hanya berbekal pakaian yang melekat di badan, sedikit uang, dan setumpuk buku.

Kategori
Wisata

Bukan Cuma Bola, Spanyol Juga Banyak Melahirkan Intelektual Muslim

DatDut.Com – Spanyol saat ini merupakan salah satu negara di Eropa yang terkenal dengan grup sepak bolanya. Negara yang menjadikan Katolik Roma sebagai agama resmi di negaranya ini pernah diduduki Islam dan meraih kejayaan selama enam periode.

Selama Islam berkuasa di Spanyol (711-1492 M) terdapat kemajuan intelektual yang luar biasa. Yuk kita simak 5 perkembangannya di bawah ini.

1. Filsafat

Terdapat dua tokoh utama dalam perkembangan filsafat Arab-Spanyol pada masa itu. Pertama adalah Abu Bakar Muhammad bin Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibnu Bajjah. Dilahirkan di Saragosa, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal tahun 1138 M di Fez. Karyanya adalah Tadbir al-Mutawahhid.

Kedua adalah Abu Bakar bin Thufail, atau populer dengan nama Ibnu Thufail. Ia adalah seorang penduduk asli di timur Granada. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hayy ibn Yaqzhan.

Selain kedua tokoh utama tersebut, ada lagi tokoh filsafat pengikut Aristoteles yang sangat terkenal lahir di Spanyol. Dialah Ibnu Rusyd yang berasal dari Cordova. Ibnu Rusyd lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M.

2. Sains

Dalam bidang sains, perkembangan Islam di Spanyol membuat banyak ilmuwan lahir dari wilayah ini. Ilmu-ilmu kesehatan, matematika, astronomi, kimia, dan lain-lain berkembang dengan pesat.

Dalam bidang kesehatan ada Umm Al-Hasan binti Abi Ja’far yang merupakan ahli kedokteran dari kalangan wanita. Ada juga Ahmad bin Ibas dari Cordova yang merupakan ahli dalam bidang obat-obatan.

Tokoh lainnya adalah Abbas bin Farnas merupakan seorang ahli ilmu kimia dan astronomi, yang juga merupakan orang pertama menemukan pembuatan kaca dari batu.

3. Fikih

Dalam bidang fikih, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut mazhab Maliki. Tokoh yang memperkenalkan mazhab ini adalah Ziyad bin Abdurrahman.

Ahli fikih pada masa Islam Spanyol yang menjadi qadhi pada masa Hisyam bin Abdrahman adalah Ibnu Yahya. Ahli-ahli fikih lainnya yaitu Abu Bakar bin Al-Quthiyah, Munzir bin Sa’id al-Baluthi, dan Ibnu Hazm yang terkenal.

4. Musik dan Kesenian

Tokoh yang tekenal di bidang musik dan kesenian pada masa Spanyol Islam adalah Al-Hasan bin Nafi atau biasa dijuluki Zaryab. Dalam setiap pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil dan menunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai penggubah lagu.

5. Bahasa dan Sastra

Kenal dengan pengarang kitab Alfiyah Ibnu Malik? Atau bahkan Anda sudah menghafalkan bait yang berjumlah 1000 itu? Jangan salah pengarangnya berasal dari Spanyol.

Bahasa Arab yang telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Spanyol Islam menyebabkan banyak ahli tata bahasa Arab yang lahir dari kawasan ini. Selain Ibnu Malik ada juga Ibn Sayyidih, Abu Hayan al-Gharnathi, Ibn Al-Hajj dan masih banyak lagi.

Itulah segelintir informasi tentang perkembangan Islam di Spanyol. Meskipun sekarang umat Islam hanya tersisa sedikit di Spanyol, tetapi kita jangan pernah melupakan bahwa Islam juga pernah berkembang pesat di Negara ini.

 

Kategori
Wisata

Siapa yang Jadi Temanmu, Itulah Cerminan Dirimu

DatDut.Com – Selalu ada Abu Bakar di sisi Nabi Muhammad Saw., setelah beliau mendeklarasikan diri sebagai utusan Ilahi. Di tengah-tengah masyarakat yang tak bersahabat dan antipati, ia membuat Nabi tegar menghadapi tantangan dakwah yang silih berganti.

Gua Tsur adalah saksi bisu bagaimana ia meredam sedih dalam kepungan amuk kejahiliahan orang-orang Quraisy yang mengejar Nabi (QS 9: 40). Peristiwa Isra Mikraj juga menjadi bukti kesetiaan seseorang yang percaya sepenuhnya kualitas kejujuran temannya.

Bila Nabi punya Abu Bakar, maka Harun a.s. adalah teman berjuang Nabi Musa a.s. Dialah yang membantu Musa dalam mengembangkan dan menyebarkan agama Allah.

Dengan kefasihan dan kecerdasan bahasa yang dimiliki, ia menutupi masalah artikulasi yang menjadi kendala Musa (QS 28: 34). Ia tahu bagaimana menghadapi Firaun dan Bani Israel yang sering kali membuat emosi Musa tak terkendali.

Saat Musa harus mengikuti perintah bermunajat di Bukut Thur Sina, Harun-lah yang menggantikan Musa untuk mengawasi dan mengendalikan Bani Israel agar tidak berbuat keonaran, kemungkaran, apalagi kemusyrikan (QS 20: 29).

Perjuangan memang butuh teman, yang mendukung tanpa batas; yang mengoreksi tanpa risih; yang memahami kegundahan tanpa membebani; yang menjadi teman bahagia tanpa berharap balas budi; yang berada di depan tanpa takut mati; yang juga siap memberikan waktu, tenaga, pikiran, harta, dan kesetiaan.

Sunnatullahnya, semua makhluk di muka bumi butuh teman. Pepatah Arab menyebut, teman terkadang lebih berguna daripada saudara kandung. Namun, tidak sembarang teman bisa dipercayai.

Hanya teman yang bersedia ada di saat susah dan sedih, yang patut dijadikan sandaran hati. Karena, saat jaya dan bahagia, teman baik tak bisa diuji. Teman yang hanya mau diajak tertawa bukanlah teman sejati. Saat air mata menetes, teman setia barulah terbukti.

Untuk melihat patokan kualitas teman, nasihat sastrawan Arab klasik, Tharfah bin al-Abd, patut direnungi. “Jangan bertanya pada seseorang tentang dirinya. Tanyalah temannya tentang siapa dia. Seseorang selalu mengikuti apa yang dilakukan temannya.”

Ini selaras dengan sabda Nabi, “Orang akan mengikuti kecenderungan dan sikap temannya. Oleh karenanya, perhatikan siapa temanmu,” (HR Al-Tirmidzi).

Singkatnya, teman adalah cerminan diri. Para sufi menyebut, roh kita itu tentara yang berbaris. Barisan yang kita pilih adalah identitas azali kita. Teman mana yang membuat kita nyaman, itu sejatinya diri kita.

Karenanya, dalam Islam ditekankan pentingnya memilih teman. Jika salah pilih, tidak hanya jati diri yang hilang, tapi juga harga diri. Tanpa disadari, surga dan neraka kita pun, ada andil siapa teman yang kita pilih.

Nabi Saw. berpesan, “Seseorang akan dikumpulkan dengan orang yang disukai,” (HR Al-Bukhari). Menurut para ulama, pesan Nabi itu berlaku tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat.

Kategori
Wisata

Tabayun Gus Ishom Pasca Sidang ke-15 Terdakwa Penista Agama

DatDut.Com – Kesaksian pejabat Syuriah PBNU, Ahmad Ishomuddin atau dikenal dengan sebutan Gus Ishom, berbuntut panjang. Pernyataannya yang tak bersesuaian dengan kesaksian 2 tokoh sepuh NU, K.H. Ma’ruf Amin dan K.H. Miftakhul Akhyar itu mengundang reaksi keras dari masyarakat.

Meskipun menyatakan diri tidak mewakili MUI maupun PBNU dalam kesaksiannya, tak urung ‘keberpihakannya’ kepada terdakwa penista agama mengundang reaksi dari 2 lembaga yang menyerahkan sebagian amanatnya di pundaknya. Terlihat dari beredarnya kabar bahwa MUI dan PBNU akan memberikan sanksi kepada kiai muda NU itu.

Dari sekian kabar yang beredar, tampaknya ada beberapa fakta yang terdistorsi sehingga makin menambah runyam permasalahan.

Utamanya tentang kabar yang beredar bahwa Gus Ishom mengatakan al-Maidah 51 telah expired atau tidak relevan. Mungkin dari kita termasuk yang termakan berita yang sudah bergeser itu dan ikut-ikutan menghujat di atas pijakan yang tak benar.

Karena itulah, muncul klarifikasi dari yang bersangkutan untuk meluruskan kabar tak sedap semacam itu. Ada baiknya kita yang sebelumnya terhentak oleh keterkejutan dan kemudian terbakar dalam kebencian, menyempatkan diri untuk membaca tabayun tersebut agar tidak berlarut-larut dalam prasangka yang tidak baik. Berikut ini klarifikasi yang dikutip dari akun Facebook Gus Ishom:

TABAYYUN SETELAH SIDANG KE-15 KASUS PENODAAN AGAMA
Oleh: Ahmad Ishomuddin

Beberapa waktu lalu saya diminta oleh penasehat hukum bapak BTP (Ahok) untuk menjadi saksi ahli atas kasus penodaan agama yang didakwakan kepadanya. Penasehat hukum dalam UU Advokat juga termasuk penegak hukum di negara konstitusi Republik Indonesia, sebagaimana dewan hakim dan para JPU (Jaksa Penuntut Umum). Karena kesadaran hukumlah saya bersedia hadir dan menjadi saksi ahli dalam sidang ke-15.

Saya menyadari betul dan sudah siap mental menghadapi resiko apa pun, termasuk mempertaruhkan jabatan saya yang sejak dulu saya tidak pernah memintanya, yakni baik sebagai Rais Syuriah PBNU (periode 2010-2015 dan 2015-2020) maupun Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat (2015-2020), demi turut serta menegakkan keadilan itu. Sebab, sepertinya umat Islam sudah lelah dan kehabisan energi karena terlalu lama mempersengketakan kasus pak BTP (Ahok). Sebagian umat yakin ia pasti bersalah dan sebagian lagi menyatakan belum tentu bersalah menistakan Qs. al-Maidah ayat 51.

Oleh sebab itu, persengketaan dan perselisihan tersebut segera diselesaikan di pengadilan, agar di negara hukum kita tidak memutuskan hukum sendiri-sendiri. Saya hadir, sekali lagi saya nyatakan, di persidangan karena diminta dan karena ingin turut serta terlibat untuk menyelesaikan konflik seadil-adilnya di hadapan dewan hakim yang terhormat.

Saya hadir di persidangan bukan atas nama PBNU, MUI, maupun IAIN Raden Intan Lampung, melainkan sebagai pribadi. Tidak mewakili PBNU dan MUI karena sudah ada yang mewakilinya. Saya bersedia menjadi saksi ahli pada saat banyak orang yang diminta menjadi saksi ahli pihak pak BTP berpikir-pikir ulang dan merasa takut ancaman demi menegakkan keadilan. Dalam hal ini saya berupaya menolong para hakim agar tidak menjatuhkan vonis kepadanya secara tidak adil (zalim), yakni menghukum orang yang tidak bersalah dan membebaskan orang yang salah. Tentu karena saya juga berharap agar seluruh rakyat Indonesia tenang dan tidak terus menerus gaduh apa pun alasannya hingga vonis dewan hakim diberlakukan. Rakyat harus menerima keputusan hakim agar tidak ada lagi anak bangsa ini main hakim sendiri di negara hukum.

Saya hadir sebagai saksi ahli agama karena dinilai ahli oleh para penasehat hukum terdakwa, dan di muka persidangan saya tidak mengaku sebagai ahli tafsir, melainkan fiqih dan ushul al-fiqh. Suatu ilmu yang sudah sejak lama saya tekuni dan saya ajarkan kepada para penuntut ilmu. Namun, itu bukan berarti saya buta dan tidak mengerti sama sekali dengan kitab-kitab tafsir. Alhamdulillah, saya dianugerahi oleh Allah kenikmatan besar untuk mampu membaca dan memahami dengan baik berbagai referensi agama seperti kitab-kitab tafsir berbahasa Arab, bukan dari buku-buku terjemahan. Semua itu adalah karena barakah dan sebab doa dari orang tua dan para kyai saya di berbagai pondok pesantren.

Saat saya ditanya tentang pendidikan terakhir saya oleh ketua majelis hakim, saya menjawab bahwa pendidikan formal terakhir saya adalah Strata 2 konsentrasi Syari’ah. Saya memang belum bergelar Doktor, meski saya pernah kuliah hingga semester 3 di program S-3 dan tinggal menyusun disertasi namun sengaja tidak saya selesaikan. Jika ada yang menyebut saya Doktor saya jujur dengan mengklarifikasinya, sebagaimana saat orang menyebut saya haji, karena benar saya belum haji. Bagaimana saya mampu berhaji, saya miskin dan banyak orang yang tahu bahwa bahwa saya sekeluarga hidup sederhana di rumah kontrakan yang sempit. Namun sungguh saya tidak bermaksud melakukan pembohongan publik. Saya yakin sepenuhnya bahwa penguasaan ilmu dan kemuliaan itu adalah diberikan oleh Allah kepada para hamba yang dikehendaki-Nya dan karenanya saya tidak pernah merendahkan siapa saja. Titel kesarjanaan, gelar panggilan kyai haji, dan pangkat bagi saya bukanlah segalanya. Saya berusaha menghormati siapa saja yang menjaga kehormatannya. Bagi saya berbeda pendapat adalah biasa dan wajar saja dan karenanya saya tetap menaruh hormat kepada siapa saja yang berbeda dari saya, terutama kepada orang yang lebih tua, lebih-lebih kepada para kyai sepuh.

Dalam persidangan ke-15 itu tentulah saya menjawab dengan benar, jujur, tanpa sedikitpun kebohongan, di bawah sumpah semua pertanyaan yang diajukan, baik oleh Majelis Hakim, para Penasehat Hukum, maupun para para Jaksa Penuntut Umum (JPU). Apabila para saksi, baik saksi fakta maupun saksi ahli, yang diajukan JPU lebih bersifat memberatkan terdakwa karena yakin akan kesalahannya, maka saya sebagai saksi ahli agama yang diajukan oleh para Penasehat Hukum bersifat meringankannya, selanjutnya nanti majelis hakimlah yang akan memutuskannya. Kesaksian itu saya berikan berdasarkan ilmu, sama sekali bukan karena dorongan hawa nafsu seperti karena ingin popularitas, karena uang dan atau keuntungan duniawi lainnya. Sungguh tidaklah adil dan bertentangan dengan konstitusi jika saya disesalkan, dilarang, dimaki-maki, diancam dan bahkan difitnah karena kesaksian saya itu, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.

Sangat disesalkan bahwa gelombang fitnah dan teror telah menimpa saya, terutama di media sosial yang kebanyakan ditulis dan dikomentari tanpa tabayyun. Berita yang beredar tentang diri saya dari sisi-sisi yang tidak benar langsung dipercaya dan segera terburu-buru disebarluaskan. Di antaranya berita bahwa saya menyatakan bahwa Qs. al-Maidah ayat 51 tidak berlaku lagi, tidak relevan, atau expaired. Berita itu berita bohong (hoax). Yang benar adalah bahwa saya mengatakan bahwa konteks ayat tersebut dilihat dari sabab an-nuzulnya terkait larangan bagi orang beriman agar tidak berteman setia dengan orang Yahudi dan Nasrani karena mereka memusuhi Nabi, para sahabatnya, dan mengingkari ajarannya. Ayat tersebut pada masa itu tidak ada kaitannya dengan pemilihan pemimpin, apalagi pemilihan gubernur. Adapun kini terkait pilihan politik ada kebebasan memilih, dan jika berbeda hendaklah saling menghormati dan tidak perlu memaksakan pendapat dan tidak usah saling menghujat. Kata ” awliya’ ” yang disebut dua kali dalam ayat tersebut jelas terkategori musytarak, memiliki banyak arti/makna, sehingga tidak monotafsir, tetapi multi tafsir. Pernyataan saya tersebut saya kemukakan setelah meriset dengan cermat sekitar 30 kitab tafsir, dari yang paling klasik hingga yang paling kontemporer.

Saya sangat mendambakan dan mencintai keadilan. Oleh sebab itu, setiap ada berita penting menyangkut siapa saja, baik muslim maupun non muslim, lebih-lebih jika menyangkut masa depan dan menentukan baik-buruk nasibnya, maka jangan tergesa-gesa di percaya. Untuk menilai secara adil dan menghindarkan kezaliman menimpa siapa pun maka berita itu harus diteliti benar tidaknya dengan hati-hati, wajib dilakukan tabayyun (klarifikasi) kepada pelakunya atau ditanyakan kepada warga di tempat kejadian perkara.

Dalam hal terkait pak BTP (Ahok) saya tahu bahwa dalam mengeluarkan sikap keagamaan yang menghebohkan itu MUI Pusat tidak melakukan tabayyun (klarifikasi) terlebih dahulu, baik terutama kepada pak BTP (Ahok) maupun langsung kepada sebagian penduduk kepulauan Seribu, karena MUI Pusat merasa yakin dengan mencukupkan diri dengan hanya menonton video terkait dan memutuskan Ahok bersalah menistakan al-Qur’an dan Ulama. Padahal dalam al-Qur’an diperintahkan agar umat Islam bersikap adil dan sebaliknya dilarang zalim, kepada siapa saja meskipun terhadap orang yang dibenci. Maka janganlah berlebihan dalam hal apa saja, termasuk jangan membenci berlebihan hingga hilang rasa keadilan.

Bila kemudian saya menyatakan pendapat yang berbeda dengan Ketua Umum MUI (KH. Ma’ruf Amin) sebagai saksi fakta dan Wakil Rais Aam PBNU (KH. Miftahul Akhyar) sebagai saksi ahli agama di sidang pengadilan itu, maka itu hal biasa, wajar, dan hal yang lazim saja. Bagi saya berbeda pendapat itu tidak menafikan penghormatan saya kepada dua kyai besar tersebut. Dalam hal yang didasari oleh ilmu, bukan hawa nafsu, berbeda itu biasa dan merupakan sesuatu yang berbeda dari persoalan penghormatan. Sebagai muslim saya terus memerangi nafsu untuk bersikap tawadlu’ (rendah hati) sepanjang hayat.

Terhadap setiap pujian kepada saya, saya tidak bangga dan saya kembalikan kepada pemilik semua pujian yang sesungguhnya, Allah ta’ala. Sebaliknya, terhadap caci maki, celaan, fitnah dan apa saja yang menyakiti hati saya tidak kecewa dan tidak takut, karena saya menyadari keberadaan para pencaci di dunia yang sementara ini. Saya harus berani menyampaikan apa yang menurut ilmu benar. Rasanya percuma hidup sekali tanpa keberanian, dan menjadi pengecut. Kebenaran wajib disampaikan, betapa pun pahitnya.

Hanya kepada Allah saya mohon petunjuk dan perlindungan. Semoga kita dijauhkan dari kezaliman, kejahatan syetan (jenis manusia dan jin), dan dijauhkan dari memperturutkan hawa nafsu.

 

Kategori
Wisata

Raja Faishal, Pemimpin Pemberani, Reformis, dan Revolusioner

DatDut.Com – Hari ini 42 tahun yang lalu, 25 Maret 1975, Faishal bin Abdul Aziz bin Abdurrahman al-Saud meninggal dalam sebuah insiden memilukan.

Nyawa Raja Kerajaan Saudi Arabia itu tak tertolong setelah beberapa butir peluru yang dilesakkan dari sepucuk pistol milik Faishal bin Musaid menembus tubuhnya. Penembak itu, Faisal bin Musaid bin Abdul Aziz al-Saud, adalah keponakan sang raja sendiri.

Generasi saat ini tampaknya akan lebih mengenal nama Salman bin Abdul Aziz al-Saud daripada Faishal. Namun, bukan berarti Faishal bin Abdul Aziz adalah nama yang patut dengan mudah dilupakan.

Malik Faishal, demikian sebutan bagi Faishal, adalah saudara seayah Raja Saudi saat ini, Salman bin Abdul Aziz, namun beda ibu. Raja yang memerintah Saudi pada 2 November 1964–25 Maret 1975 itu menorehkan sejarah sebagai seorang pemimpin yang reformis, penggerak Pan-Islamisme dan pro Palestina.

Faishal adalah anak ke-3 dari Abdul Aziz, raja pertama Saudi Arabia. Kelahirannya bertepatan dengan kemenangan yang diraih sang ayah dalam perang Raudhah al-Hana, salah satu perang yang mengantarkan klan al-Saud pada tujuannya mendirikan sebuah monarki di era modern.

Faishal dilahirkan tahun 1906 di kota Riyadh dari rahim Tarfa binti Abdullah bin Abdul Latif al-Syaikh yang merupakan keturunan syekh Muhammad bin Abdul Wahhab.

Sejak belia, Faishal sudah dilatih ayahnya dalam menghadapi pertempuran, dimulai dengan mengajak Faishal kecil menyertainya. Di usianya yang ke-16, Faishal diberi kepercayaan untuk memimpin sebuah ekspedisi dengan misi memadamkan pemberontakan sebuah suku di wilayah Asir, Hijaz bagian selatan.

Tiga tahun kemudian, dia mengomandani sebuah pasukan untuk merebut Jedah dari suku Hashemit yang berhaluan Syiah Zaidiyah. Jika saat itu media sosial sudah ada, mungkin tema yang dipropagandakan oleh netizen kala itu adalah perang antara Sunni dan Syiah.

Pada tahun 1932, al-Mamlakah al-Arabiyah al-Saudiyah atau Kerajaan Arab Saudi (KSA) berdiri dengan raja pertamanya Abdul Aziz bin Abdul Rahman al-Saud. Raja Abdul Aziz berhasil menyatukan wilayah Nejd dan Hijaz di bawah panji-panji negara Arab modern.

Sementara itu, kegemilangan Faishal muda dalam bidang militer kembali terlihat pada tahun 1934. Saat ia berhasil merebut pelabuhan Hoderida dalam waktu yang relatif singkat dari kekuasaan Negara Yaman sekuler yang waktu itu disokong oleh militer Kerajaan Inggris.

Raja Abdul Aziz mengangkat Faishal menjadi Menteri Luar Negeri, yang pada tahun 1939 melakukan lawatan ke Kerajaan Inggris. Salah satu misi yang dibawanya adalah untuk membicarakan masalah Palestina.

Namun superioritas Inggris membuat lobi itu tidak terlalu berarti. Hingga akhirnya bangsa Palestina diharuskan untuk membagi wilayah yang telah didudukinya dengan Yahudi melalui Mandat PBB tahun 1947.

Faishal bin Abdul Aziz naik tahta pada Nopember 1964. Ia melakukan kebijakan ekonomi yang berhasil menyelamatkan kondisi keuangan negara.

Di antara yang dilakukannya adalah penghapusan perbudakan, ‘menyederhanakan’ fasilitas keluarga kerajaan dan membangun infrastruktur mulai dari transportasi, listrik, pabrik hingga telekomunikasi.

Dari semua hal yang dilakukannya itu, terbuktilah bahwa Malik Faishal adalah seorang pemimpin yang visioner dan berempati pada kemanusiaan.

Pada 14 Mei 1948, 1600 km dari Riyadh, sebuah negara baru diproklamasikan. Dialah Israel.
Proklamasi itu mengundang kecaman keras dari negara-negara Arab. Tak menunggu waktu lama, koalisi Arab pun melakukan serangan militer ke wilayah Israel.

Peperangan bangsa Arab dan negara Israel itu berlangsung hingga beberapa babak. Tercatat ada 3 episode perang besar dari Perang Arab – Israel tahun 1948, Perang 6 Hari tahun 1967 hingga Perang Ramadhan / Yom Kippur 1973. Dari ke tiga peperangan itu, perang Yom Kippur-lah yang dinilai bener-benar mengancam eksistensi negeri Zionis.

Perang yang diarsiteki oleh presiden Mesir, Anwar Saddat dan presiden Suriah, Hafez al-Assad itu berhasil mengembalikan harga diri bangsa Arab yang dipecundangi Israel pada perang-perang sebelumnya.

Di perang ini pula, Faishal bin Abdul Aziz berhasil ‘menundukkan’ Amerika Serikat yang pada hari-hari terakhir, saat negara adikuasa itu hendak turun tangan membantu Israel.

Ancaman Amerika Serikat untuk menyerang Mesir ditanggapi oleh Raja Faishal dengan melakukan embargo minyak kepada negara itu hingga memaksa Presiden Richard Nixon menyambangi Arab Saudi untuk melakukan negosiasi.

Akhirnya peperangan itupun berhenti setelah Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi no. 388. Meskipun begitu, beberapa peperangan dalam skala lebih kecil masih saja terjadi antara Israel dan beberapa negara Arab pasca Resolusi itu. Di antaranya agresi Israel ke wilayah Lebanon dan insiden Lembang Beka’a yang menyajikan pertempuran udara antara Angkatan Udara Israel dan Suriah.

Kunjungan Raja Faishal pada Juni 1970 tercatat sebagai kunjungan Raja Saudi yang pertama ke Indonesia. Pada kesempatan itu, Presiden Soeharto menyatakan posisi Indonesia yang sepenuhnya mendukung perjuangan Palestina dalam menghadapi pendudukan Israel.

Pak Harto juga menegaskan bahwa Indonesia berusaha dalam berbagai forum agar Resolusi Dewan Keamanan PBB tahun 1967 dilaksanakan sepenuhnya.

Resolusi bernomor 242 itu memberikan mandat kepada Israel untuk mundur dari wilayah yang didudukinya pada Perang 6 Hari. Hingga kini pun, posisi Indonesia masih tetap sama dengan tidak mengakui entitas Yahudi di Israel sebagai sebuah negara merdeka.

Faishal bin Abdul Aziz meninggal akibat serangan yang dilakukan oleh keponakannya sendiri, Faishal bin Musaid, selepas kedatangannya dari Amerika.

Bersamaan dengan delegasi Kuwait yang hendak melakukan pertemuan dengan Raja Faishal, Ibnu Musaid menembak pamannya itu beberapa kali. Malang tak dapat ditolak, nyawa Raja Faishal tak tertolong.

Ada sebuah fragmen yang menunjukkan kebesaran hati sang Raja di menit terakhir akhir hayatnya. Ia sempat berpesan agar keponakannya tidak dieksekusi.

Beberapa anasir berkembang terkait dengan insiden itu, mulai dari konspirasi, motip balas dendam sampai anggapan bahwa Ibnu Musaid mengalami gangguan kejiwaan. Namun pengadilan tetap memberikan ganjaran berupa hukuman mati padanya.

Faishal bin Abdul Aziz boleh pergi, namun kebesaran namanya tak akan menguap oleh pergantian zaman.

Kategori
Wisata

Di Balik Konflik Transportasi Konvensional dengan yang Online

DatDut.Com – Pemerintah Indonesia untuk keberkian kalinya di tahun ini mendapatkan masalah kemasyarakatan yang sangat serius.

Setelah masalah pabrik semen di Rembang mencuat ke publik dan belum jelas langkah pemecahan masalahnya, sekarang muncul konflik yang tidak lagi baru, yaitu konflik antara transportasi konvensional dengan transportasi online.

Khusus terkait konflik masalah transportasi ini, disinyalir penyebabnya adalah tarif angkutan, kuota armada yang tidak berimbang, dan payung hukum yang belum memadai.

Di tahun 2016 lalu perseteruan antara taksi online dengan dengan taksi konvensional Blue Bird pernah terjadi di Jakarta dan sempat membuat arus lalu lintas macet total.

Kisruh di tahun lalu ternyata belum cukup menjadi pelajaran untuk pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan dan Transportasi sehingga kasus itu terulang kembali di tahun 2017 ini dan meluas ke beberapa daerah seperti Tangerang, Bogor, Malang, Jogja, Bali dan Palembang.

Dalam hal ini lagi-lagi pemerintah sebagai institusi yang mengatur kehidupan bermasyarakat telah melakukan kesalahan yang fatal.

Memang sebelumnya sulit diprediksi perkembangan dari moda transportasi online yang berkembang cepat seperti sekarang ini, namun setidaknya sudah ada langkah preventif yang efektif dalam mencegah terjadinya konflik.

Pada sudut ini, pemerintah terlihat gagal membaca arah dari kemajuan teknologi yang masuk ke semua sela-sela kehidupan masyarakat, yang terjadi akhirnya adalah ketimpangan yang sekarang tengah dirasakan oleh pemilik dan pengendara transportasi konvensional.

Ketimpangan mulai dirasakan saat banyak pengguna jasa transportasi konvensional beralih ke transportasi online. Di samping itu pertumbuhannya yang cepat membuat persaingan semakin tidak fair .

Beralihnya para pengguna bisa dipastikan karena ada banyak kelebihan yang disediakan oleh penyedia jasa transportasi online di antaranya, tarif angkutan yang murah, pelayanan yang cepat dan nyaman.

Kelebihan-kelebihan itulah yang sekarang ini tidak dimiliki oleh moda transportasi konvensional. Tidak cukup sampai di situ, ketidaksetaraan yang berlebih dirasakan karena transportasi online laiknya ojek dan taksi online tidak dikenai pajak angkutan umum dan pemeriksaan berkala (KIR).

Pada tahun 2016 pemerintah memang sudah membuat peraturan tentang pengoperasian transportasi online yang tertera pada Permenhub no 32 tahun 2016, tapi laksana api tanpa asap, peraturan itu nyaris tidak terdengar karena sosialisasi yang tidak masif.

Sosialisasi yang tidak masif ini menjadi salah satu penyebab dari konflik yang terjadi belakangan ini selain itu ada beberapa poin yang tidak sepakati oleh perusahan transportasi online.

Konflik yang terjadi meyebabkan kerugian materi dan merenggut nyawa. Ironis hal-hal yang seperti ini masih bisa terjadi di negara hukum.

Pemerintah dan penyedian layanan transportasi tidak seharusnya diam. Mereka harus sigap menangani masalah ini, tidak membiarkan masalah terjadi berlarut-larut.

Ada beberapa aspek perihal pelayanan transportasi yang harus diperbaharui, di antaranya harus ada hukum yang memposisikan penyedia moda transportasi pada posisi yang sama, memperbaiki pelayanan dari segi tarif yang murah, kenyamanan dan keamanan serta mengadopsi teknologi termutakhir.

Pada masa-masa kemajuan teknologi transportasi dan konflik yang mengiringinya ini, ada banyak pelajaran yang bisa dipetik, di antaranya masyarakat mendambakan moda transportasi umum yang murah, efisien aman dan nyaman, kemudian sudah seharusnya penyedia jasa transportasi mengadopsi teknologi termutakhir untuk bersaing di pasar bebas yang semakin modern.

Melihat konflik horizontal anta masyarakat membuat hati kita semuanya terenyuh, betapa berat persaingan pasar di masa industri teknologi ini. Antarsesama warga negara saling baku hantam demi sesuap nasi dan biaya hidup yang tidak lagi murah.

Menurut Thomas Hobbes manusia adalah makhluk homo homini lupus, yang artinya mempunyai sifat alami untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan bersifat tidak terbatas.

Oleh karena itu, sudah semestinya dibatasi oleh aturan yang disepakati bersama agar tidak terjadi konflik perebutan sumber daya.

Sesegera mungkin pihak-pihak terkait harus menemukan jalan untuk rekonsiliasi dan restorasi serta menjaga iklim persaingan pasar yang adil agar masyarakat bisa tetap merasakan pelayanan transportasi yang baik dan penyedia jasa serta pengemudi masih bisa terus mengais rezeki untuk kehidupan keluarganya.

Kategori
Wisata

Karena Dituduh Bidah Itu Memang Menyakitkan

DatDut.Com – Masalah pembubaran pengajian yang di Sidoarjo itu menimbulkan reaksi dari banyak kalangan. Ada yang bereaksi menyayangkan, menyesalkan, dan bahkan dukungan. Saya kemarin juga sudah menuliskan sikap saya terhadap apa yang terjadi (baca: Bila Beda Pendapat, Berdiskusi atau Berdebatlah, Bukan Mengusir).

Namun, ternyata ada pula yang kemudian melakukan penyerangan balik kepada pihak yang dianggap membubarkan dengan sebutan-sebutan yang jelas mengganggu pendinginan situasi, seperti sebutan “ahli bidah”, “pemuja kuburan”, “penyembah agama nenek moyang”, “kuburiyun”, dan sebutan-sebutan lain yang merendahkan pihak yang dituduh melakukan pengusiran kemarin.

Menurut saya, kalau memang benar selama ini ingin mengedepankan ukhuwah atau persatuan umat, mestinya tak usahlah menyebut begitu. Karena kalau mau jujur, sebutan-sebutan itu pulalah yang selama ini menyebabkan resistensi di sebagian kelompok yang kemarin dituduh intoleran hingga berujung pada tindakan-tindakan penolakan hingga pembubaran itu. Meskipun ada juga bantahan yang menyebut hal itu disebabkan karena adanya perjanjian yang dilanggar.

Terlepas dari hal itu, menurut saya sudah saatnyalah teman-teman salafi mengevaluasi diri, apakah sebutan-sebutan itu juga diajarkan Nabi?! Apalagi seperti kita tahu amalan yang dituduh bidah juga masih di ruang ikhtilaf di kalangan ulama. Dan, masing-masing pun masih berada di wilayah ijtihad.

Karenanya, sepertinya sudah saatnya teman-teman salafi merumuskan kembali doktrin bidah. Doktrin yang tak sampai menghakimi amaliah orang lain yang masih berada di lingkup ijtihad. Aspek fiqhu da’wah dan adab da’wah juga perlu dipertimbangkan agar kalangan salafi awam tidak gampang hantam kanan-kiri yang justru menjauhkan umat dari Islam dan menimbulkan keresahan dan gesekan antarumat Islam.

Memang dituduh bidah atas amaliah yang diyakini sebagai sunah atau sekurang-kurangnya bernilai pahala, itu amat menyakitkan. Itu sama dengan menuduh orang yang melakukan amaliah tersebut sebagai sesat dan ahli neraka.

Ini yang juga perlu direnungkan kembali oleh kawan-kawan salafi yang garis keras. Jangan gampang-gampang membidahkan, menyesatkan, bahkan mengkafirkan amaliah tertentu yang banyak dilakukan oleh umat Islam yang lain, apalagi bila kelompok lain itu merasa mempunyai dalilnya.

Kalau memang tidak bisa juga, silakan saja menganggapnya bidah, sesat atau kafir sekalipun. Tapi lakukan itu di ruang tertutup dan hanya dengan sesama jamaah salafi saja. Jangan di ruang terbuka, apalagi sampai diupload di Youtube segala.

Atau, kalau mau di tempat terbuka, jangan dalam ceramah monolog, tapi mestinya dalam konteks berdialog dengan pihak yang berbeda dan kontra, supaya masyarakat mendapat ilmu juga. Masyarakat bisa mengukur mana yang kuat dan yang lemah argumennya. Mari bergandengan tangan, bukan saling berlepas tangan.

Kategori
Wisata

Ustaz Felix Siauw, Maaf, Ini Lho Dalil Nasionalisme dan Hormat Bendera

DatDut.Com – Sebagian dari jargon yang sering diulang-ulang para aktivis HTI adalah salah satu ungkapan ustaz yang jadi panutan mereka, Felix Siauw. Sebagai seorang penulis dan motivator yang produktif, sosok ini mempunyai banyak penggemar di kalangannya. Pernyataan-pernyataannya di media sosial selalu menarik.

Namun, kita tahu bahwa salah satu ujaran yang mengusik rasa kecintaan terhadap negeri sendiri adalah cuitannya yang pernah mengatakan bahwa nasionalisme tak ada dalil. Terkait bantahannya sudah pernah dimuat di artikel Tidak Ada Dalil Nasionalisme, Ini 5 Bantahannya.

Memperkuat bantahan tersebut, tulisan kali ini juga menyinggung tentang hormat terhadap simbol-simbol negara seperti bendera, lambang Garuda Pancasila, dan sejenisnya. Tentu masih ingat tentang pemberitaan salah satu media yang menyoroti salah satu sekolah yang tidak melaksanakan upacara bendera karena berkeyakian bahwa hormat bendera adalah syirik. Membahayakan akidah.

Doktrin antinasionalisme dan kebangsaan serta anti penghormatan terhadap simbol dan lambang negara terus disuarakan organisasi semacam HTI melalui berbagai jargonnya. Doktrin itu tertanam kuat hingga sulit bagi para simpatisannya untuk menerima fakta dan bantahan dari luar kelompoknya. Karena itulah bantahan harus terus disuarakan agar generasi muda Indonesia tak termakan doktrin antinasionalisme itu. Berikut dalil tentang cinta Tanah Air, hormat bendera, dan simbol negara:

[nextpage title=”1. Hadis tentang Cinta Tanah Air”]

1. Hadis tentang Cinta Tanah Air

Terkait nasionalisme, ada dua hadis yang menceritakan bagaimana Rasulullah pun mencintai negerinya. Hadis pertama dalam Sahih Bukhari, dari Aisyah r.a. bahwa ketika Rasulullah dan para sahabat baru berhijrah ke Madinah, mereka mengalami sakit. Ketika itu salah satu doa rasul adalah:

اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ رواه البخارى

Ya Allah, jadikan kami mencintai Madinah, sebagaimana cinta kami kepada Mekah, atau lebih (dari itu),” (HR. Bukhari).

Hadis selanjutnya dalam Sahih Bukhari diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a., yaitu:

عَنْ أَنَسٍ – رضى الله عنه – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ ، فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ ، وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ ، حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا

Dari Anas bin Malik r.a. bahwa jika Nabi tiba dari perjalanan dan sudah melihat dinding rumah-rumah di Madinah, karena cinta Madinah, maka Nabi mempercepat tunggangannya. Jika Nabi di atas tunggangan, maka Nabi menggerakkannya,” (HR al-Bukhari).

Baca juga:  Menunggu Sikap HTI di Pilkada DKI! Tirulah Ketegasan Pesantren-pesantren Ini

Mengomentari hadis tersebut, Imam Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari mengatakan bahwa hadis tentang Nabi mempercepat kendaraannya ketika mendekati Madinah ini menerangkan tentang keutamaan kota Madinah dan disyariatkannya cinta pada Tanah Air dan rindu kepadanya.

Dengan dua hadis tersebut, maka kecintaan terhadap negeri sendiri ataupun yang menjadi tempat tinggal tidaklah bertentangan dengan ajaran Islam dan justru disyariatkan oleh Rasulullah.

Tanpa nasionalisme mustahil para pejuang berupaya membebaskan negeri ini dari cengkeraman Belanda dan Jepang. Para ulama kita telah membuktikan bahwa kecintaan terhadap Tanah Air bisa sejalan dengan kecintaan pada agama Islam. Kenapa harus membebek pada orang yang lihat penjajah saja tidak?

[nextpage title=”a Ulama Al-Azhar tentang Hormat Bendera dan Simbol Negara”]

2. Fatwa Ulama Al-Azhar tentang Hormat Bendera dan Simbol Negara

Masing-masing negara mempunyai simbol yang mereka hormati. Simbol yang dihormati tersebut merupakan ciri khas dan tanda pemersatu bangsa. Simbol negara meliputi lagu kebangsaan, lambang negara, dan bendera negara. Apakah menghormati simbol-simbol kenegaraan tersebut lantas berarti menyembah dan mendekatkan diri pada selain Allah sehingga tergolong syirik?

Terkait hal ini, Syekh Athiyyah Shaqra dalam Fatawa al-Azhar, juz 10, hlm. 221 menjawab dengan tuntas. Berikut ungkapannnya:

“Bendera adalah simbol negara di masa sekarang. Bangsa Arab juga memiliki simbol suku dan kelompok. Setiap suku dan kelompok akan berjalan di belakang bendera dan menjaganya. Setiap bendera ditinggikan, maka menunjukkan ketinggian bangsanya. Jika bendera jatuh, maka akan menunjukkan kehinaannya. Bagi bangsa Arab, bendera dikenal dengan nama rayah atau liwa’.

Ibnu Hajar dalam masalah Perang Tabuk menjelaskan, liwa’ adalah bendera yang dibawa dalam perang untuk menandai tempat pasukan. Terkadang yang membawa adalah pimpinannya.

Sebagian ulama mengatakan persamaan antara istilah liwa’ dan rayah. Sedangkan yang lain mengatakan bahwa keduanya berbeda. Imam Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa rayah-nya Rasulullah berwarna hitam, sedangkan liwa’-nya berwarna putih.

Ibnu Arabi menguatkan bahwa keduanya berbeda. Menurutnya, liwa’ adalah bendera yang diikatkan di ujung tombak dan dinaikkan, sedangkan rayah adalah bendera yang diikatkan lalu dibiarkan dikibarkan angin.

Ada juga yang mengataan liwa’ adalah bendera besar untuk menandai tempat pimpinan pasukan. Dia kesana kemari membawanya, sedangkan liwa’ adalah bendera yang dipegang oleh pemimpin perang. Keterkaitan antara liwa’ dan rayah banyak dibahas dalam Syarah az-Zarqani ‘ala Mawahib al-Laduniyyah, juz 1, hlm. 390.”

Baca juga:  Ust. Dr. Syarif Hade Koreksi Felix Siauw soal Hadis Khilafah ala Minhajin Nubuwwah

Syekh Athiyyah juga mengutip peristiwa Perang Tabuk di mana bendera kaum Muslimin kala itu dipertahankan mati-matian oleh para sahabat. Di akhir jawabannya Syekh Athiyah mennggarisbawahi:

“Poin yang penting adalah bahwa bendera, baik liwa’ maupun rayah, dibawa dan dijaga. Jika jatuh, maka segera diangkat oleh orang lain untuk menunjukkan bahwa pasukan mereka kuat. Semangat mereka menjadi tinggi dengannya.

Dengan demikian, menghormati bendera dan lagu (kebangsaan) atau pun dengan isyarat tangan yang diletakkan di anggota tubuh tertentu (misalnya kepala) adalah bentuk cinta negara, bersatu dalam kepemimpinannya, dan komitmen untuk menjaganya. Hal ini tidaklah masuk dalam kategori ibadah, karena di dalamnya tidak ada salat dan zikir, sehingga (tidak benar bila) sampai dikatakan, ‘Ini bidah atau mendekatkan diri kepada selain Allah.’” Demikian penjelasan penjelasan Syekh Athiyah Shaqra.

Hanya saja, tampaknya ada yang mendistorsi pemaknaan istilah liwa’ dan rayah dari arti umum sebagai bendera, apa pun macamnya, menjadi hanya khusus untuk bendera dengan tulisan kalimat tauhid seperti bendera Rasulullah. Sehingga menghormati bendera tersebut sunah, sedangkan bendera lainnya tidak boleh dihormati bahkan syirik.

Ini jelas pemaknaan yang melenceng dan klaim yang maunya benar sendiri. Dengan berkedok bendera Rasulullah lantas menuduh orang yang menghormat bendera lain sebagai musyrik. Padahal baik bendera tauhid maupun bendera lainnya adalah sama-sama benda mati.

Karena tulisan kalimat tauhid sajalah bendera tersebut lebih dijaga karena terkait adanya lafaz jalalah. Jika seseorang meyakini hormat bendera adalah syirik dan saat yang sama ia menghormati bendera kelompoknya, maka sebenarnya ia pun melakukan kesyirikan seperti yang ia tuduhkan sendiri. Wallahu A’lam.

Kategori
Wisata

Pemahaman Salah tentang Asy’ariyah yang Meracuni Pikiran Orang Awam

DatDut.Com – Muktamar Ahlussunnah wal-Jama’ah yang diselenggarakan di Republik Chechnya, Agustus 2016 lalu, menegaskan bahwa Asy’ariyah dan Maturidiyah adalah paham ahlussunnah wal jama’ah. Selengkapnya bisa baca di sini.

Helatan berskala internasional itu dihadiri 200-an ulama dari berbagai negara termasuk Grand Syaikh al-Azhar, Syekh Ahmad Thayyib, Syekh Ali Jum’ah, ulama masyhur Hadlramaut, Habib Umar bin Hafidh dan hadir pula Habib Ali al-Jifri.

Penegasan itu seolah mengukuhkan hasil konferensi yang pernah diadakan di Yordania, Nopember 2004 yang menghasilkan sebuah risalah yang lazim disebut sebagai Risalah Amman.

Namun bagi sebagian kalangan, Asy’ariyah masih terdengar asing. Ungkapan-ungkapan yang menunjukkan ketidakpahaman khalayak tentang mazhab ini di antaranya sebagai berikut:

1. Asy’ariyah adalah Ajaran Pendiri NU Syekh Muhammad Hasyim Asy’ari

Mungkin karena memiliki sebutan yang sama dengan nama belakang Syekh Hasyim Asy’ari, mazhab Asy’ari disebut sebagai ajaran pendiri NU tersebut. Padahal faktanya Asy’ariyah dinisbatkan kepada Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, seorang ulama besar yang hidup pada abad ke-3/4 Hijriyah tepatnya pada 260 – 324 H (873- 935 M).

Tuh kan.. zaman Imam al-Asy’ari terpaut ratusan tahun dengan Syekh Hasyim Asy’ari (1292 – 1366 H / 1875 – 1947 M). Fakta lain adalah bahwa Syekh Hasyim Asy’ari adalah pengikut mazhab Asy’ari sehingga NU-pun mewarisi hal itu.

Abu al-Hasan al-Asy’ari adalah seorang keturunan ahli Yaman, Abu Musa al-Asy’ari. Kakek dari kakek Abu al-Hasan itu adalah seorang sahabat Nabi yang pada masa Khalifah Umar bin Khaththab diangkat menjadi gubernur Bashrah dan pada masa Khalifah Utsman bin Affan diserahi amanah untuk menjadi Gubernur Kuffah.

Sebagian masa hidup imam al-Asy’ari dihabiskan menjadi seorang pengikut Mu’tazilah. Yakni setelah ibunya diperistri oleh seorang ulama Mu’tazilah, Abu Ali al-Juba’i, selepas ayahandanya meninggal dunia.

Fragmen hidup imam al-Asy’ari sebagai pengikut Mu’tazilah sampai menjadi pembela golongan itu berakhir saat usia beliau 40 tahun. Setelah masa itu, Imam al-Asy’ari menjadi pembela ajaran ahlussunnah terutama dalam menghadapi serangan pemikiran kaum Mu’tazilah.

2. Bukannya Mazhab yang Lestari hingga Kini itu Ada 4 (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah)?

Pembicaraan mengenai al-Asy’ari secara signifikan akan mengarahkan kita pada materi akidah. Berbeda dengan saat kita membahas madzahibul arba’ah di atas. Mazhab Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal adalah mazhab yang berkutat dengan masalah fiqih atau tata cara peribadatan seperti bersuci, shalat, zakat, haji, nikah, waris dan sejenisnya. Namun jika kita berbicara mengenai seluk beluk iman, tauhid, sifat-sifat ketuhanan dan sejenisnya, maka kita sedang membahas masalah akidah.

3. Asy’ariyah adalah Ahlussunnah, Apa Buktinya?

Untuk menjawab hal ini, saya akan menukil tulisan seorang ulama al-Azhar yang pernah berkhitmad sebagai Mufti Mesir pada 2003 – 2013, Syekh Ali Jum’ah. Buku dengan judul asli “A-Mutasyaddidun, Manhajuhum wa Munaqasyatu Ahammi Qadlayahum” itu sudah dialihbahasakan dalam bahasa Indonesia dengan judul “Menjawab Dakwah Kamu ‘Salafi’”. Berikut nukilannya:

Al-Subki juga berkata, “Para pengikut mazhab Hanafiyah, Syafi’iyyah, Malikiyyah dan beberapa pemuka Hanabilah dalam soal akidah semuanya mengikuti paham ahlusunnah wal jama’ah. Yaitu mengikuti agama Allah melalui jalan Syaikh al-Sunnah, Abu al-Hasan al-Asy’ari”.
Ia menambahkan, “Secara umum, akidah Asy’ari ini sama seperti yang terkandung dalam akidah Abu Ja’far al-Thahawi yang telah diterima oleh para ulama dan dijadikan sebagai akidah yang sah”

Imam Ibnu Abidin pernah berkata ketika menjelaskan soal perkataan ‘an mutaqadima : “Artinya apa yang kita yakini dalam perkara yang bukan furu’iyyah dan yang wajib diyakini oleh setiap mukallaf tanpa taqlid kepada siapapun. Keyakinan tersebut adalah keyakinan yang selama ini dijalankan oleh kelompok ahlussunnah wal jama’ah. Mereka adalah kelompok Asy’ari dan al-Maturidi. Kedua kelompok ini saling bersepakat kecuali pada sedikit permasalahan yang mana sebagian ulama menyebutnya sebagai khilaf lafdzi (pertentangan pada lafaz saja).

Itu pernyataan dari beberapa ulama terdahulu tentang Asy’ariyah dan Maturidiyah.

4. Kenapa Disebut sebagai Pengikut Asy’ari, bukan Rasulullah?

Kembali saya akan menulis ulang apa yang disampaikan syekh Ali Jum’ah dalam “Menjawab Dakwah Kamu ‘Salafi’”.

Di tangannya (imam Abu al-Hasan al-Asy’ari), mazhab tersebut semakin argumentatip dan jelas. Ia tidak membuat sebuah pendapat baru, bahkan tidak pula mazhab baru. Bandingkan ini dengan mazhab ahli Madinah yang dinisbatkan kepada imam Malik, sampai orang yang mengikuti mazhab Ahlul Madinah disebut sebagai Maliki (pengikut imam Malik).

Imam Malik bukan pendiri mazhab itu, namun ia sekedar menjalankan ajaran orang-orang sebelumnya dan banyak yang mengikuti langkahnya. Ketika mazhab lebih kuat di tangannya, maka akhirnya mazhab itu dinisbatkan kepadanya. Apa yang dilakukan Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari tidak ada bedanya dengan yang dilakukan oleh Imam Malik.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka kami katakan “Sesungguhnya akidah Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam dan para sahabatnya adalah akidah Asy’ari”. Ini merupakan pengakuan tehadap realitas yang ada, seperti halnya saat dikatakan bahwa kebanyakan bacaan (al-Quran) Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam itu seperti bacaan Nafi’, padahal Nafi’ sendiri belum pernah berjumpa dengan Rasulullah.

Sejatinya Nafi’-lah yang membaca seperti bacaannya Rasulullah, bukan sebaliknya. Akan tetapi saat Nafi’ berhasil mengumpulkan bacaan tersebut, maka dinisbatkanlah bacaan tu kepadanya. Dengan demikian, maka sah pula jika Anda mengatakan, “Sesungguhnya akidah Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam dan para sahabatnya adalah akidah Asy’ari”.

5. Yang Harus Kita Ikuti adalah Al-Quran dan Hadits, bukan Imam al-Asy’ari

Mazhab adalah sebuah jalan yang telah dirintis oleh para ulama terdahulu yang mu’tabar otoritatif dalam keilmuannya. Kecemerlangan akal yang dianugerahkan Allah mengantarkan mereka pada kedudukan yang tinggi sebagai mujtahid. Bagi

mereka inilah, menggali hukum dari al-Quran dan Hadits menjadi hal yang tidak mustahil. Dengan tingkat keilmuan seperti itu, wajarlah jutaan orang bermakmum kepada mereka. Bukan dari kalangan awam saja, namun juga orang-orang yang tinggi ilmu alias berkapasitas sebagai ulama.

Jadi jawaban pertanyaan di atas adalah kita tidak harus mengikuti jalan para ulama terdahulu, dalam bidang apa pun, akidah, fiqih dan sebagainya, asalkan kita memiliki kemampuan seperti mereka dalam bidang agama. Logis, bukan? Semoga tidak ada yang salah persepsi lagi jika disebutkan kepada mereka tentang Asy’ariyah.

Kategori
Wisata

Membongkar Kejinya Akun-akun Pemaksa Like, Share dan Comment.

DatDut.Com – Anda tentu pernah lihat rekan FB yang membagikan salah satu postingan menarik. Menarik dalam arti bukan karena bagus, tapi menarik dalam arti yang lebih umum. Menarik emosi untuk ikut marah, sedih atau gembira. Juga menarik hati untuk berkata Amin. Juga menarik untuk menggerakan tangan mengetik kata amin, menekan tombol like, lalu dilanjutkan dengan share/bagikan.

Yang menjadi sorotan dalam artikel ini adalah akun-akun yang sudah terkenal merupakan pemburu like, comment, share (selanjutnya disingkat LCS). Contohnya akun Facebook tiga serangkai Fatimah Az Zahra, Umi Pipik Dian Irawati, dan Husnul Khotimah, dan yang baru saja viral karena foto Dajjal baru lahir, Kamsan Berutu.

Berbeda dengan akun-akun yang jelas-jelas milik tokoh tertentu yang memang memiliki basis pecinta, akun-akun pemburu like biasanya cenderung akun palsu. Tak ada identitas jelas, kontak maupun aktivitas kronologi yang sewajarnya. Juga tidak pernah membalas komentar. Nah, terkait sepak terjang akun pemburu LCS, berikut ini beberapa modus keji untuk meraup suka, bagi dan komentar amin:

1. Tak Peduli Etika Posting Foto

Dalam mengunggah foto, akun-akun pemburu LCS sering tak mempertimbangkan etika. Foto-foto korban kecelakaan, korban perang, sakit yang menjijikkan diunggah tanpa sensor. Meskipun secara peraturan tentang pengunggahan foto, video, dan status tentang orang kecelakaan, jenazah, korban perang, namun tindakan tersebut tidak pantas dari sisi kemanusiaan.

Foto-foto kecelakaan yang terlihat mengerikan diunggah oleh akun-akun itu sekedar penarik mata pembaca lalu dibumbui doa, akhirnya yang membaca tak segan mengetik amin dan menekan tombol like. Jika memang benar dugaan bahwa FP pemburu LCS itu pada akhirnya adalah untuk barang dagangan, maka tindakan pemilik FP itu sama saja mengeruk keuntungan di atas penderitaan keluarga korban.

2. Hoax Pun Jadi Asalkan Doanya Mantap

Ini adalah prinsip yang terlihat dari gaya akun-akun pemburu LCS ketika membagikan hoax. Yang penting untuk menarik massa kalangan muslim, ujungnya diimbuhi doa. Misalnya ketika menunggah gambar seekor kucing dengan kepala tertembus anak panah namun masih bertahan hidup, akun

Fatimah az-Zahra menuliskan deskripsi, “Karna mencuri sepotong ikan goreng, kucing malang ini ditusuk kepalanya dgn besi. Hanya manusia berhati iblis yang tega melakukan itu,mohon aminkan agar Allah menyelamatkan kucing ini. Komen aamiin…

Di akhir, ia sertakan kalimat ampuh, “#bantu share agar semakin bnyk mendoakan!!”

Ternyata, kucing dalam gambar tersebut diambil dari situs Daily Mail. Isi beritanya tentang seekor kucing bernama Brownie yang tertembak anak panah. Meski tembus dari kening ke telinga, namun kucing itu masih bertahan hidup dan menjalani perawatan. Tak dijelaskan kenapa kucing itu bisa tertembus anak panah.

Tentu jauh sekali dari soal mencuri sepotong ikan goreng seperti klaim diatas.

3. Tak Pernah Merespons Peringatan

Sebagai akun-akun palsu, para pengemis LCS tersebut tak peduli apakah postingannya benar atau dusta. Yang penting viral dan meninabobokkan para pengikut dengan doa. Dan tentu saja mereka tidak pernah membalas komentar, membalas like dari “jamaahnya”.

Bedakanlah misalnya dengna ketika Anda mengaminkan doa dari akun seperti Gus Mus ataupun Mario Teguh. Selain membalas komentar pengikutnya dengan like, ada juga yang sempat berbincang. Menunjukkan bahwa pemilik akun adalah nyata dan bukan palsu serta wujud kepedulian terhadap jamaahnya.

4. Doa Ngawur dan Ancaman yang Memaksa

“Jika Anda Islam Komen Aamiin …”

Begitu sering kalimat seperti itu dijadikan alat untuk “memaksa” pembaca mengetikkan Amiin. Apalagi kalau ujungnya di tambah “Tolong sebarkan biar banyak yang mendoakan.” Tambah terjebak pembacanya.

Baca juga:  Ini 13 Meme Sindiran untuk Kebijakan Full Day School Pak Menteri yang Baru

Padahal, apa hubungannya komentar amiin pada suatu postingan dengan keislaman seseorang? Apakah jika tidak komentar amiin lantas jadi murtad? Konyol bukan? Belum lagi doa yang model ketik amin bisa masuk surga. Tambah konyol.

Ada lagi doa yang ngawur tapi para pembacanya tidak meneliti. Misalnya ketika mengunggah gambar santri di salah satu pesantrn yang rela shalat jumat kehujanan karena masjid sudah penuh, akun abal-abal itu menulis, “Demi solat jumat orang ini rela ujan2nan basah kuyup.. yg like, share n komen aamiin semoga rezekinya melimpah ruah seperti air hujan ini aamiin..

Coba Anda pikir, apa hubungannya antara doa minta rezeki berlimpah dengan membagikan foto orang salat kehujanan? Apalagi dengan doa yang “dipimpin” oleh akun yang tak segan menipu demi mengejar like dan share.

Memang, tidak semua postingan akun-akun pemburu LCS lantas hoax dan jelek. Namun lebih banyak ngawurnya. Jikalau Anda ingin berdoa di dunia maya, alangkah lebih baik dan cerdasnya mengikuti akun-akun yang jelas milik manusia.

Lebih baik lagi jika milik ulama-ulama yang menyejukkan. Atau misalnya akun Mario Teguh. Meskipun mungkin dirinya sedang suram tersandung masalah, namun doa-doanya tidak ngawur dan tidak sembarangan mengunggah foto apalagi menebar hoax.

Kategori
Wisata

Jangan Gunakan Ujaran Ini Bila Beda Pendapat dengan Sesama Muslim

DatDut.Com – Perbedaan adalah hal yang pasti terjadi dan lumrah adanya. Baik beda pendapat dalam hal pemahaman terhadap teks keagamaan maupun beda pendapat soal dukungan politik. Hanya saja cara orang menyikapi perbedaan secara kurang tepat akan menimbulkan perpecahan. Jangankan beda keyakinan dan aliran atau mazhab, beda pilihan politik pun saat ini telah mengkotak-kotakkan kaum muslimin.

Terkait beda pendapat, saat berdiskusi, debat atau cekcok sekalipun, ada ungkapan-ungkapan yang sebaiknya tidak dilontarkan terhadap sesama muslim. Selain hal itu menyakitkan, terkadang merupakan jalan setan masuk ke hati. Merasa diri paling suci, atau lebih suci, ataupun menganggap diri paling benar, sedangkan orang lain salah karena beda memahami landasan atau dalil adalah sebagian ciri sifat ujub yang dibisikkan setan.

Ujarannya terkesan religius, tapi sebenarnya kasar dan ekstrim. Itu jika dilihat dari sisi makna yang tersiratnya. Sebagian merupakan kutipan ayat kitab suci, ada juga yang ungkapan dengan gaya bahasa bermakna mendalam.

Sejalan dengan ujaran itu ada yang lebih dulu memvonis orang lain yang beda pendangan meski muslim dan menjalankan shalat sebagai orang munafik ataupun fasik. Dengan alasan itu lantas merasa berhak melontarkan ujaran-ujaran tak pantas.

Nah, apa saja ujaran sok religius yang tak selayaknya dilontarkan kepada saudara yang muslim? Berikut ulasan singkatnya:

1. Lakum Dinukum Waliyadin

Ungkapan ini tak lain menyitir ayat terkahir surat al-Kafirun. “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku,” begitulah maknanya. Melihat asbabu nuzul surat ini maka ungkapan itu sepantasnya adalah prinsip berakidah terhadap orang yang berbeda agama. Bukan disampaikan kepada orang yang sama-sama muslim hanya karena beda pendapat atau beda pandangan.

Jika itu dilontarkan kepada sesama muslim, maka makna tersiratnya adalah sama dengan mengatakan orang lain kafir, sudah beda agama.

2. Lanaa A’maluna wa Lakum A’malukum

Ungkapan ini juga menyitir dari ayat Alquran. Ada dua tempat dalam Alquran yang memuat ungkapan diatas. Pertama surat al-Qashash (28:55): “dan apabila mereka mendengar Perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: “Bagi Kami amal-amal Kami dan bagimu amal-amalmu, Kesejahteraan atas dirimu, Kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.

Sekilas memang ungkapan dalam ayat ini lebih ringan ketimbang ungkapan pertama di atas. Namun berdasarkan tafsirnya, misalnya dalam Tafsir al-Jalalain ucapan itu digunakan untuk menjawab makian orang-orang musyrik.

Tempat kedua adalah dalam surat asy-Syura(42:15): “…bagi Kami amal-amal Kami dan bagi kamu amal-amal kamu. tidak ada pertengkaran antara Kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita).”

Jadi sebaiknya tidak menggunakan ayat Alquran sembarangan. Karena kedua ayat tersebut sama artinya dengan menganggap saudara seagama sebagai kafir.

3. Anda Muslim?

Ungkapan ini sangat marak saat ini. Terutama karena perbedaan pandangan terkait pilkada DKI. Tak hanya itu, ungkapan ini juga sering terlontar dari kalangan berpaham radikal. Setiap yang dianggap beda pandangan dengannya membantah argumen maupun pandangan dari kelompoknya, tak segan terlontar ungkapan Anda muslim?

Seolah-olah yang disebut muslim hanyalah orang yang satu pandangan, satu aliran, dan satu kelompok dengannya. Ungkapan ini pun tak beda makna tersiratnya dari 2 ungkapan sebelumnya. Kasarnya sama dengan kalimat, “Kamu kafir, ya?”

Dari Abu Dzar Ra. beliau mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan kata fasiq, dan menuduhnya dengan kata kafir, kecuali tuduhan itu akan kembali kepada si penuduh jika orang yang tertuduh tidak seperti yang dituduhkan.” [HR Bukhari]

Senada dengan ungkapan tersebut, tuduhan fasik dan munafik tak layak dilontarkan terhadap sesama Muslim. Karena pada hakikatnya kefasikan dan kenifakan seseorang adalah ranah hati dan hanya Allah Swt. yang berhak menghukumi.

Pesan Imam al-Ghazali dalam Bidayah al-Hidayah hal.72, artinya:

Yang keenam, melaknat. Maka takutlah untuk melaknat sesuatu dari makhluk Allah baik hewan, makanan ataupun diri seseorang dengan langsung tertuju pada dirinya. Jangan memastikan kesyirikan, kekufuran atau nifaknya seorang ahli kiblat (muslim) berdasarkan penyaksianmu. Karena yang mengetahui isi hati hanya Allah Swt. Maka janganlah masuk dalam ranah antara hamba dan Allah. Ketahuilah, engkau di akhirat nanti tak akan ditanya, ‘Kenapa kamu tidak melaknat fulan? Kenapa kamu mendiamkannya?’ Bahkan, jika kau tak melaknat Iblis seumur hidupmu sekalipun dan tak menyebut-nyebutnya, maka engkau tak akan dituntut di hari kiamat. Namun jika engkau melaknat satu dari makhluk Allah, maka engkau akan dituntut.

Demikian, Wallahu a’lam bi ash-shawaab…

Kategori
Wisata

Muhammadiyah: Jokowi Harus Buktikan Komitmen Menegakkan Keadilan

DatDut.Com – Dalam rilis yang diterima oleh DatDut.Com, Pedri Kasman, Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah, mengirimkan catatan penting terkait kehadiran Presiden RI Joko Widodo pada acara Tanwir Muhammadiyah yang berlangsung di Ambon.

Kehadiran itu dijadikan Muhammadiyah untuk mengingatkan Presiden pada komitmen menegakkan keadilan.  Berikut catatan yang dikirimkan oleh Pedri Kasman kepada media, termasuk DatDut.Com:

Presiden Joko Widodo baru saja datang dan memberi sambutan di pembukaan Tanwir Muhammadiyah di Ambon-Maluku pada hari Jum’at 24 Februari 2017 yang lalu. Pertemuan Jokowi dengan Muhammadiyah ini adalah yang kesekian kalinya dalam beberapa bulan terakhir.

Semenjak munculnya kisruh yang diawali dengan kasus penistaan agama Islam oleh Ahok, Jokowi memang rajin mendatangi atau mengundang Muhammadiyah. Demikian juga dengan NU dan MUI serta ormas lainnya. Dapat ditangkap pesan bahwa tentu sebagai Presiden, Jokowi ingin meredam gejolak yang sedang timbul di masyarakat.

Di setiap pertemuan itu pula Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr. Haedar Nashir dan pimpinan Muhammadiyah lainnya menyampaikan gagasan dan pesan kebangsaannya. Inti pesannya adalah agar pemerintah segera membuktikan komitmennya untuk mewujudkan keadilan di tengah-tengah bangsa ini, baik keadilan di bidang hukum, keadilan ekonomi dan sebagainya.

Salah satu putusan Tanwir Muhammadiyah yang dibacakan dalam penutupan kemaren (Minggu, 26/2) adalah menelorkan sebuah Resolusi Kebangsaan yang disebut dengan “Resolusi Ambon tentang Penguatan Kedaulatan dan Keadilan Sosial”.

Poin terakhir dari Resolusi itu lebih kurang berbunyi: “Pemerintah harus tegas dan percaya diri melaksanakan kebijakan ekonomi yang pro rakyat kecil, menegakkan hukum dengan seadil-adilnya, mengelola sumberdaya alam dengan berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, menata sistem kepartaian yang lebih aspiratif terhadap masyarakat, mencegah dominasi kelompok tertentu yang dengan kekuatan politik, finansial dan jaringan telah mendikte praktik penyelenggaraan negara. Negara tidak boleh takluk oleh kekuatan pemodal asing maupun dalam negeri yang memecah belah dan memporakporandakan tatanan negara demi melanggengkan kekuasaannya. Untuk itu, pemerintah harus mendorong masyarakat madani berperan lebih luas sebagai kelompok kritis, penyeimbang dan kontrol atas jalannya pemerintahan dan mitra strategis dalam memperkuat kedaulatan negara dan mewujudkan keadilan sosial”.

Karena ini merupakan keputusan Tanwir yang forum musyawarah tertinggi kedua di Muhammadiyah setelah Muktamar, maka ia merupakan keputusan organisasi yang bersifat mengikat bagi Muhammadiyah.

Sekalipun isinya lebih merupakan pesan kebangsaan untuk dilaksanakan oleh penyelenggara negara, tetapi tersirat bahwa Muhammadiyah harus mengawal keputusan ini. Artinya jika isi resolusi itu diabaikan maka sangat mungkin Muhammadiyah akan mengambil langkah-langkah berikutnya.

Jokowi dengan pemerintahannya dituntut bergerak cepat untuk membuktikan bahwa pemerintah memang hadir untuk menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Bukan sebaliknya malah memfasilitasi kemudahan-kemudahan bagi segelintir orang, terutama pemilik modal.

Dalam konteks kondisi kekinian terutama yang berkaitan dengan kasus yang melibatkan Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama, Jokowi betul-betul harus dengan tegas berada pada posisi MENEGAKKAN KEADILAN.

Proses hukum yang sedang berjalan tidak boleh sedikitpun diintervensi dengan cara apapun. Ahok yang sudah berstatus TERDAKWA sudah semestinya tidak lagi difasilitasi oleh negara, karena hal itu jelas-jelas mencederai rasa keadilan. Karenanya Jokowi harus segera memberhentikannya sementara dari jabatan gubernur sesuai dengan amanat Undang-Undang Pemerintahan Daerah.

Kebisingan yang ditimbulkan oleh ucapan seorang Ahok telah menguras energi bangsa ini, telah menghabiskan miliyaran biaya negara. Belum lagi social cost (biaya sosial) yang ditimbulkannya. Ancaman keretakan bangsa tak boleh diabaikan hanya untuk kepentingan jangka pendek pemilik modal dan pemilik kuasa.

Jika pesan-pesan kebangsaan itu tidak direalisasikan oleh Jokowi dengan jujur dan komitmen tingggi, maka tidak ada artinya kehadiran beliau di Muhammadiyah, di NU, MUI dan ormas-ormas lainnya itu. MENEGAKKAN KEADILAN itu adalah sangat mudah bagi seorang presiden yang memiliki kuasa dan segala perangkatnya jika ada KEINGINAN.

 

Kategori
Wisata

Ngaku Nahdliyin? Hormatilah Sikap NU yang Tak Bolehkan Pemimpin Non-Muslim

DatDut.Com – Sikap Nahdlatul Ulama (NU) mengenai pemimipin non-Muslim sudah jelas. Tidak boleh keculai dalam keadaan darurat. Hal ini sebagaimana termaktub dalam hasil keputusan pada Muktamar XXX di PP. Lirboyo. Kemudian, kepemimpinan non-Muslim ini dibahas kembali oleh LMB PC NU Surabaya dalam forum Bahstul Masa’ilnya.

Namun, keputusan jam’iyah NU di atas tidak sepenuhnya ditaati oleh jamaahnya. Masih banyak orang NU yang memilih non-Muslim. Bahkan, menjadi tim suksesnya. Hal ini bisa kita artikan, produk hukum NU tidak mengikat untuk jamaahnya sendiri. Kenapa? Kalau yang penulis pahami dari tulisan-tulisan yang beredar di media, orang NU itu alim-alim. Tahu kitab. Sudah biasa berbeda pendapat. Jadi santai saja!

Berpendapat tidak sama dengan NU boleh-boleh saja. NU memutuskan memilih pemimpin tidak boleh, siapa saja boleh berpendapat memilih pemimpin non-Muslim itu boleh. Termasuk orang NU sendiri. Tapi, tahu dirilah. Pendapat yang menyalahi keputusan NU jangan diatasnamakan NU. Katakana saja, ini pendapat peribadi. Selesai.

Masalahnya, banyak orang berpendapat ini dan itu, kemudian mengatasnamakan NU. Ini dari NU. Beginilah pendapat NU. Dan seterusnya. Kalau tidak bilang begitu, ditulis di bawah gambar videonya, “Ketua PBNU”. Keren. Padahal, pendapatnya sangat berbeda dengan pendapat NU secara kelembagaan. Jadinya, NU yang mendapat getahnya. Orang-orang yang ada di pojok sana mengatakan, “Yo opo NU (bagaimana NU ini)?”

Yang lebih ironi lagi ketika keputusan NU ditafsiri sekehendak hati. Misalnya, masalah hasil keputusan NU di lirboyo di atas. Mereka mengatakan, keputusan NU itu tidak bisa dibuat landasan haramnya memilih non-Muslim. Karena keputusan Muktamar Lirboyo  berkatian dengan DPR, bukan gubernur atau presiden. Dan banyak lagi alasannya.

Kenapa harus ditafsiri begitu? Bukankah Rais Aam NU, K.H. Makruf Amin sudah menegaskan  wajib memilih pemimpin Muslim berdasarkan qararat (keputusan) NU muktamar Lirboyo?

Kalau mau berbeda pendapat, berbedalah. Tidak apa-apa. Tapi, tidak usah mengatasnamakan NU. Tidak usah mengutak-ngatik qararat NU. Katakan saja pendapat peribadi dan tidak ada kaitannya dengan NU. Bukankah orang NU pasti menghormati NU, keputusan NU, kiai NU, dan “apa-apanya” NU?

Sadarlah, NU didirikan oleh para ulama dan waliyullah. Orang yang mengabdi pada NU, pasti medapat berkahnya. Orang yang merusak NU, pasti mendapat getahnya. Kata orang Madura, “Manabi jeddingah rajeh, pacarrennah rajeh jugen (kalau tempat penampungan airnya besar, gotnya juga besar).” Maksudnya, kalau berkahnya besar, balaknya juga besar.

Baca juga:  Maaf, Kemana Mereka Waktu K.H. Ma’ruf Amin Dihardik Penista?

NU sudah jelas jalannya. Sudah jelas garis perjuangannya. K.H. Hasyim Asyari juga sudah menuliskan qanun asasinya. Ahulussunah Wal Jamaah adalah ideologi yang diperjuangkannya. Maka, jika kita mengaku NU, hormatilah jam’iyah NU. Hormati qararat NU. Jika tidak, jangan heran kalau ada yang mengatakan, “Tahlilan sih tahlilan, tapi tidak pernah jum’atan” atau “Qunutan sih qunutan, tapi tidak takbiratul Ihram.”

Kategori
Wisata

Heboh! DDII Terbitkan Larangan Mensalati Pendukung Pemimpin Kafir

DatDut.Com – Di medsos ramai beredar terkait boleh-tidaknya mensalati orang-orang yang secara terbuka mendukung pemimpin kafir. Satu pihak berkeyakinan bahwa pendukung pemimpin kafir dilarang untuk disalati.

Pihak ini berpandangan bahwa pendukung pemimpin kafir sudah terkategori munafik. Mereka berkias dengan kasus orang munafik (Abdullah bin Ubay bin Salul) yang tidak disalatkan oleh Nabi karena kemunafikannya.

Pihak lain menganggap memilih dan mendukung pemimpin kafir tidak serta-merta dapat dikategorikan munafik. Ini soal pilihan politik semata. Karenanya, menurut kelompok ini, agak berlebihan bila ada larangan mensalati pendukung pemimpin kafir.

Terkait pro-kontra ini pun muncul selebaran dan spanduk di beberapa masjid terkait larangan itu. Meskipun ada juga selebaran yang ternyata hoax setelah diteliti (Baca: Ketika Goenawan Mohamad Pun Tak Kuasa Menahan Diri Sebar Hoax).

Nah, salah satu organisasi kemasyarakan (ormas) yang secara terbuka menyampaikan sikap melarang mensalati pendukung pemimpin kafir adalah Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII). Beredar di medsos hasil telaah Pusat Kajian DDII sebagai berikut:

Bismillahirrahmanirrahim

HASIL TELAAH PUSAT KAJIAN
DEWAN DA’WAH ISLAMIYAH INDONESIA
Nomor: 06/B-MAFATIHA/II/1438/2017

TENTANG
SANKSI AGAMA BAGI PENDUKUNG
PENISTA AGAMA DAN PEMILIH PASANGAN CALON PEMIMPIN NON MUSLIM

Menimbang:

(a). Pentingnya sanksi hukum sebagai pembelajaran sosial, tujuan kemaslahatan umum, memenuhi rasa keadilan, tanggungjawab pelaku perbuatan, menumbuhkan efek jera dan perwujudan ketaatan terhadap syariat;

(b). Bahwa kemunafikan adalah jalan terburuk kehidupan, perusak iman, merontokkan tatanan ipoleksosbudhankam (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan). Munafik adalah adik kandung kekufuran dan kemusyrikan, musuh bersama semua agama;

(c) Pentingnya kesatuan dan penyatuan shaf (tauhidus shufuf) kaum muslimin dalam bingkai perjuangan Islam dan Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia di bawah naungan baldah thayyibah wa rabbun ghafur;

(d) Bahwa pemilihan pasangan pemimpin dalam semua tingkatan adalah bagian dari jihad politik, di mana hak pilih dan hak suara semestinya disalurkan pada calon terbaik menurut timbangan al-Quran dan as-Sunnah;

(e) Gencarnya upaya sistemik golongan lain melancarkan politik pecah-belah untuk melemahkan kekuatan ummat Islam dengan menghalalkan segala cara.

Mengingat:
(a) Firman Allah سبحانه وتعالى: surah Ali Imran:152 tentang sumber kekalahan kaum muslimin. Surah Hud: 15-16: tentang akibat buruk orang yang memilih kepentingan duniawi sebagai orientasi perjuangannya. Surah at-Taubah:113-114: tentang larangan bagi Nabi saw dan kaum mu’minin memintakan ampun kepada Allah terhadap orang musyrik. Surah at-Taubah: 80, 84: tentang ditolaknya pertobatan orang munafik dan larangan al-Quran menyolati dan mendoakan jenazah orang munafik.

(b) Hadits Nabi صلى الله عليه وسلم :
1. Hadits Abdurrahman bin Jubeir bin Nufeir (ra) yang bertanya pada Ayahnya, “kaifa antum
idzā kharaja fiyhā dā’iyāni, bagaimana sikapmu jika sudah tampil da’i standar
ganda (1) Dā’in ilā kitābillāh, dan (2) wa
dā’in ilā sulthānillāh. Pertanyaannya; “ilā ayyumā tujībūn”, da’i mana yang perlu kami dengar. Ayahnya: “ilā kitābillāh qāla idzan tuhlikuw.” da’i yang mengajak pada kitabullah, jika tidak pasti kalian celaka (Imam Ibnu Abi Hatim, ‘Ilalu al-Hadits, Juz 2:424);

2. Hadits Muhajir Ummu Qais (orang yang hijrah karena mengejar wanita). Hadits Qatilul-Himar, yaitu sahabat ikut jihad perang karena mengejar ghanimah, ia diseruduk keledai. Hadits Tsalatsatu Dananir, orang yang ikut perang dengan mengajukan bagiannya sebelum
berangkat;

3. Hadits Abu Hurairah (ra) :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: تعس عبد الدينار وعبد الدرهم وعبد الخميصة إن أعطى رضى وإن لم يعط سخط تعس وانتكس وإذا شيك فلا انتقش (البخارى، وابن ماجه عن أبى هريرة)
“Celakalah hamba dinar, hamba
dirham, hamba pakaian. Jika diberi ia senang, jika tidak diberi ia marah. Celakalah ia dan tersungkurlah ia. Apabila tertusuk duri semoga tidak bisa mencabutnya.” Shahih Bukhari (2730, 4135);

4. Hadits Anas bin Malik (ra): “setiap ada jenazah yang mau disholatkan, Nabi saw selalu bertanya: “hal ‘alaa shahibikum daynun, apakah Sahabat kalian ini tersangkut hutang-piutang.”
• Sahabat lain berkata: “huwa ‘alayya, hutangnya aku yang bayar.” Jika tidak, Nabi bersabda: “shalluw ‘alaa shahibikum”, sholati sahabat kalian itu.
• HR Thabarani, al-Ausath, hadits hasan;
*Mafhum mukhalafahnya: orang yang tidak bayar hutang saja, tidak disholatkan; apalagi yang tingkat kesalahannya berada di atasnya.

(c) Asbab Nuzul surah at-Taubah:84
• Ba‘da Tabuk; Syawal 9 H. Abdullah bin Ubay bin Salul, 1 dari 11 tokoh inisiator masjid Dhirar, wafat (Qs.9:107). Puteranya, Abdullah –tutur Nafi‘ dari jalur Ibnu Umar (ra)-menemui Nabi saw (1) minta baju Nabi buat kain kafan Ayahnya, dikasi..fa’a‘thaahu.. tsumma sa’alahu an yushalliya ‘alayh, (2) Minta disholatkan langsung oleh Nabi saw. Lalu Umar (ra) berdiri, menarik baju Nabi, “an yushalliya ‘alayh; engkau mau menyolatinya wahai Rasulullah. Nabi pun menyolatkannya. Namun, ketika dibibir kuburan, saat Nabi saw hendak mendoakannya, turun malaikat Jibril dengan at-Taubah:84.” As-Shahihah Syeikh Albani, Juz 3:123;

(d) Sirah Sahabat radhiyallahu’anhum:
• Umar bin Khatthab dan Hudzaifah Ibnul Yaman (ra), tidak mau menyolati mayat munafik. Zaid bin Wahab meriwayatkan: “seorang dari kaum munafik, meninggal dunia. Hudzaifah Ibnul Yaman (ra) tidak ikut terlihat menyolati jenazah. Umar (ra) bertanya: “lima la tushalli”, Amanil qaumu huwa? Jawab Hudzaifah: “na‘am.” Umar: “Billaahi minhum anaa?”, demi Allah, termasukkah aku dari mereka. Hudzaifah: “laa, wa lan akhbar bihi ba‘daka.” Setelah ini, aku tidak akan bocorkan daftar mereka.”
• Kitab as-Sunnah, Abu Bakar bin al-Khalal (Juz 4:111);

(e) Fatwa Ahlul-‘Ilmi:
1. Fatwa Abu Ishaq as-Syirazi rahimahullah, Kitab al-Muhadzzab (Juz 1:250) tentang larangan menyolati jenazah munafik nyata.
2. Fatwa Penyusun Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah (Juz 21:41): “Nabi saw tidak menyolati jenazah munafik setelah turunnya surah at-Taubah: 84, dan tidak mendoakannya di kuburan. Mayat Munafik tidak boleh disholatkan oleh jamaah yang mengetahui bahwa orang itu benar-benar munafik sewaktu hidupnya. Bagi jamaah yang tidak mengetahuinya, boleh menyolatkan jenazah orang itu, seperti dilakukan oleh Hudzaifah Ibnul Yaman dan Umar bin Khatthab rafhiyallahu ‘anhuma.
3. Fatwa Syekh Bin Baz rahimahullah, Grand Mufti Saudi Arabia di zamannya:
• SOAL: “jika mayat itu sudah dikenal sebagai munafik, apakah perlu disholat-jenazahkan?

• JAWAB:
• “Jika kemunafikannya sudah terang benderang, laa yushalli ‘alayh; maka ia tidak disholatkan. Berdasarkan firman Allah, at-Taubah:84.
• Jika tanda kemunafikannya, samar. Ia tetap disholatkan. (www.binbaz.org.sa).

Memutuskan
Menetapkan:
(1) Orang yang dengan sadar memilih pasangan calon Pemimpin dari agama selain Islam dalam suatu pemilihan di semua tingkatan pemilu, termasuk munafik nyata (nifaq ‘amali/nifaq jahran);
(2) Jenazah munafik nyata tidak boleh disholatkan oleh jamaah yang mengetahui kemunafikannya. Bagi orang yang tidak mengetahuinya, boleh menyolatkan;
(3). Larangan menyolatkan jenazah munafik nyata tersebut berlaku bagi semua kaum muslimin, khususnya imam sholat, tokoh dan orang-orang shalih. Adapun mayatnya hanya diurus oleh keluarga yang ditinggal dan kalangan terbatas dari sanak keluarganya;
(4) Sebagai upaya pembelajaran dan efek jera, kami mendorong gerakan masjid-masjid di tanah-air untuk tidak menyolatkan jenazah para pendukung penista agama secara khusus dan para pemilih pasangan calon pemimpin non-muslim secara umum;
(5) Menyerukan kepada segenap kaum muslimin/mat untuk tidak memperdulikan seruan, pendapat dan pemikiran yang nyeleneh dari pihak-pihak tertentu yang bertentangan secara diametral dengan al-Quran-Sunnah.

Asrama Haji Pondok Gede Jakarta
25 Pebruari 2017, Haflah 1/2 abad Dewan Da’wah

Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA. (Ketua)

Drs. H. Syamsul Bahri Ismaiel, MH. (Sekretaris)

Kategori
Wisata

Benarkah Raja Salam akan Bebaskan Indonesia dari Cengkeraman China?

DatDut.Com – Menjelang kedatangan Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz al-Saud, salah satu isu yang menjadi bahan perdebatan adalah kabar investasi yang dibawa orang nomor satu di Arab Saudi tersebut.

Seperti dikatakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution bahwa kedatangan Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud dan rombongannya juga akan melakukan penandatanganan investasi dengan Saudi Aramco untuk pembangunan kilang minyak di Cilacap.

Total investasi untuk proyek di Cilacap adalah enam miliar dolar AS. Selain itu ada proyek lain yang investasinya bernilai 1 miliar dolar AS. Total Investasi yang akan ditandatangani nanti adalah senilai 7 miliar dollar.

Disebutkan pula bahwa pemerintah akan berupaya agar investasi Arab Saudi di Indonesia nantinya mencapai target US$25 miliar. Jika benar target ini terealisasi, maka jumlah itu akan menggeser dominasi investasi China di Indonesia yang menurut industri.bisnis.com masih sejumlah US$1,6 miliar.

Tapi benarkah seperti itu? Mengutip dari Jawa Pos, sampai saat ini realisasi investasi Arab Saudi di Indonesia masih kalah jauh dari China. Menurut data Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi dari Arab Saudi sepanjang 2016 baru mencapai 900 ribu dolar AS atau sekitar Rp 11,9 miliar (kurs Rp 13.300) untuk 44 proyek.

Jumlah tersebut menempatkan Arab Saudi pada urutan peringkat ke 57. Masih tertinggal jauh dari Singapura, Jepang, Korea Selatan, China, dan Amerika Serikat.

Sementara itu, selain melakukan investasi ternyata kunjungan kali ini juga dalam rangka menawarakan saham Saudi Aramco kepada investor di sejumlah negara Asia. Kompas.id (26/2) melansir bahwa Arab Saudi akan melepaskan 5% saham Aramco pada 2018 mendatang.

Hal ini terlihat dari kunjungan Raja Salman yang rencananya setelah Malaysia dan Indonesia akan ke China, Jepang dan Maladewa. Memang anjloknya harga minyak membuat Arab Saudi harus melakukan diversifikasi ekonomi/penganekaragaman produk atau jenis usaha selain minyak.

Asal tahu saja, pada 30 Agustus 2016 Deputi Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Mohammed bin Salman telah menandatangani 15 perjanjian awal dengan China.

Seperti dilansir oleh Reuters, termasuk dalam perjanjian itu adalah pambangunan penyimpanan minyak, sumber daya air, kerjasama ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kerjasama kebudayaan hingga pembangunan 10.000 unit perumahan di utara Riyadh.

Melihat fakta-fakta dari sumber diatas, maka tentu tak perlu saling klaim dan saling bully terkait kunjungan Raja Salman yang heboh pemberitaan membawa investasi miliaran dolar dan akan membantu Indonesai bebas dari China. Ini murni urusan kenegaraan dan bisnis.

Bagaimana Arab Saudi akan melepaskan Indonesia dari China, sedangkan mereka sendiri juga ada ketergantungan dengan negara tersebut? Jadi, meskipun membawa investasi, saat yang sama Arab Saudi juga membawa misi untuk menawarkan saham perusahaan minyaknya, Aramco kepada investor Asia termasuk China.

Kategori
Wisata

Klarifikasi Penerbit Buku Anak Bermuatan Porno yang Meresahkan Masyarakat

DatDut.Com – Setelah beberapa waktu lalu memancing kontroversi akhirnya Penerbit Tiga Serangkai menyampaikan klarifikasi sekaligus mengajukan solusi terkait buku anak yang berjudul Aku Berani Tidur Sendiri.

Seperti banyak diberitakan, buku berjudul Aku Berani Tidur Sendiri karya Fitria Chakrawati, yang diterbitkan oleh Tiga Ananda (salah satu anak usaha PT. Tiga Serangkai) disinyalir memuat konten tidak ramah anak dan bisa dimaknai mendorong penyimpangan seksual.

Komentar dan tanggapan masyarakat terhadap buku tersebut berkembang dan sebagian sudah cenderung liar. Mulai dari seruan memperkarakan penerbit, penulis, hingga pihak yang memberi izin beredar di sekolah, bahkan ada yag menyeretnya ke masalah politik dengan menyindir revolusi mental.

Setelah beredarnya persoalan buku tersebut, akhirnya Penerbit Tiga Serangkai pada Senin 20 Februari menerbitkan klarifikasi via akun Facebook Tiga Serangkai. Selain klarifikasi, Tiga Serangaki juga menawarkan solusi bagi masyarakat yang terlanjur membeli buku tersebut dan ingin menukar atau meminta pengembalian uang. Selengkapnya dapat Anda baca di tautan ini.

Beberapa hal penting dalam klarifikasi tersebut yaitu bahwa tujuan buku tersebut sebenarnya adalah membantu orangtua yang khawatir anaknya berperilaku menyimpang dengan melakukan onani.

“Anak, bahkan balita, tentu sama sekali belum punya hasrat tersebut. Seperti diutarakan oleh salah seorang psikolog dalam artikel yang kami acu, perilaku senang menyentuh atau memainkan alat kelamin adalah wajar karena anak usia prasekolah sedang berada dalam masa phallic (falik), bahwa salah satu sumber kenikmatan berada di daerah genital. Hal ini normal dan merupakan bagian dari proses perkembangan anak. Namun, setiap orangtua tentu khawatir jika mengetahui anak mereka mengetahui hal tersebut. Mereka khawatir hal tersebut akan terus dilakukan anak sampai besar dan akhirnya berkembang menjadi masturbasi. Oleh karena itulah, cerita ‘Aku Belajar Mengendalikan Diri’ ini ditulis.

Selain itu, Penerbit Tiga Serangkai juga menjelaskan bahwa sebenarnya buku Aku Berani Tidur Sendiri sudah ditarik dari peredaran di toko buku umum sejak Desember 2016.

“Pada akhirnya, kami sadar bahwa sebagian masyarakat kita mungkin belum siap untuk menerima pendidikan seksual sejak usia dini. Sebagai bentuk tanggung jawab kami, buku tersebut sudah kami tarik dari peredarannya dari toko buku umum sejak Desember 2016, tak lama setelah buku itu terbit. Namun sayang, ternyata masih ada yang menjualnya di toko online.”

Solusinya, sebagai bentuk tanggung jawab, maka para pembeli yang ingin mengembalikan buku untuk ditukar atau minta uang dikembalikan bisa mengikuti saran penerbit.

“Sebagai bentuk tanggung jawab kami lainnya, jika tidak keberatan, kami mempersilakan Bapak untuk mengirimkan buku yang telah Bapak beli tersebut kepada kami ke alamat Redaksi Tiga Ananda; Jln. Dr. Supomo No. 23 Surakarta 57141, Telp. (0271) 714344. Kami akan mengganti buku tersebut dengan produk kami yang lain. Atau, jika berkenan, kami akan mengembalikan uang (alternatif) karena buku tersebut sudah ditarik dan tidak dijual bebas.”

Reaksi Masyarakat

Ternyata klarifikasi tersebut bukan tanpa cacat. Penggunaan redaksi oleh penerbit dalam klarifikasi justru oleh masyarakat dianggap terkesan membela diri dan balik menyalahkan masyarakat.

Mengomentari postingan klarifikasi penerbit, akun Anisa Emonita berkomentar, “Sebagian masyarakat blm siap”. Jadi menyalahkan masyarakat ya? Justru krn masyarakatnya jauh lbh cerdas sekarang, makanya buku ini dikritik. Pls be wise,” protesnya.

Protes lebih keras ditulis oleh Icha Sitorus dalam kolom komentar. “Tetap saja wahai pengarang dan penerbit…. anda meletakkan edukasi masturbasi dalam cerita saya berani tidur sendiri. Yg intinya anda suruh anak anak masturbasi saja supaya ga takut tidur sendiri. Lebih asik dan lebih bebas kalo sndiri. Sama mama papa kan ga mungkin masturbasi. Lama-lama anak anak akan teredukasi untuk menaikkan level kenikmatannya sendiri. Alasan anda amat sangat tidak masuk diakal. Klarifikasi yg salah. Tetap kami orangtua yg harus meluruskan “kenikmatan” yang anda ciptakan. Yg justru mereka mungkin belum tau. Mengenai googling…kami tidak melepas anak kami free to search by them self. Hanya orangtua sok eksis dan sok mampu yg membiarkan anaknya ikut ber-gadget tanpa pendampingan. Maaf saya marah. Tapi alasan kalian naik cetak dan layak jual sangat mengada-ada…

Baca juga:  Keren! Khatib Jumat Ini Berdoa untuk Gubernur Muslim di Jakarta, Netizen Kompak Mengamini

Permintaan Maaf Terbaru

Setelah mendapat tentangan keras dan protes dari berbagai pihak, bahkan klarifikasinya pun malah menyulut reaksi baru, akhirnya Penerbit Tiga Ananda sebagai Creative Imprint of Tiga Serangkai menerbitkan permintaan maaf secara umum di akun Instragram dan Facebook Tiga Serangkai. Berikut kutipannya:

Permohonan Maaf Penerbit Tiga Ananda, Creative Imprint of Tiga Serangkai tentang Pengemasan Materi di Buku yang Berjudul Aku Belajar Mengendalikan Diri

Yth. Bp/Ibu Masyarakat Pembaca Buku Anak Terbitan Tiga Ananda, Creative Imprint of Tiga Serangkai. Kami ucapkan terima kasih atas perhatian Bp/Ibu terhadap buku terbitan kami yang berjudul Aku Berani Tidur Sendiri dan Aku Belajar Mengendalikan Diri (2 cerita dalam 1 buku). Kami mengakui ada kekhilafan dalam penerbitan buku tersebut. Untuk itu, kami atas nama Redaksi Tiga Ananda mohon maaf yang sebesar-besarnya. Sebagai bentuk pertanggungjawaban kami, buku itu sudah kami tarik dari peredaran sejak bulan Desember 2016.

Surakarta, 21 Februari 2017Tim Redaksi Tiga Ananda.

Sementara itu Permohonan maaf melalui media seperti yang diungkapkan kepada Hariansindo.com, Selasa 21/2. “Kita khilaf dan meminta maaf dan ini menjadi pembelajaran bagi tim kami. Buku ini adalah buku bertema pengenalan seksualitas di usia dini, namun mungkin pengemasan materinya kurang pas sehingga membuat tidak nyaman saat dibaca,” kata  Adimuawan, General Manager Penerbitan Buku PT  Tiga Serangkai, Selasa (21/2/2017).

Kategori
Wisata

Ingin Cepat Sukses? Ini Tip Meraih Kesuksesan Sesuai Ajaran Nabi Muhammad

DatDut.Com – Saya yakin setiap orang pasti ingin sukses. Tidak ada satu pun yang ingin gagal. Saya, kamu, dia, dan semuanya. Kesuksesan adalah cita-cita kita sejak kecil. Sejak kita menyadari kalau kita ada. Aktivitas yang kita lakukan sekarang pun hanya karena ingin sukses. Betul? Kita sekolah, kita kuliah, kita kerja, dan seterusnya, tujuannya hanya satu: ingin sukses.

Ternyata, Islam ingin umatnya sukses. Islam ingin umatnya luar biasa. Bukan menjadi orang biasa-biasa saja. Tidak percaya? Coba tengok hadis berikut:

اَلْمُؤْمِنُ القَوِيُ خَيْرُ وَأَحَبَّ إِلَى الله مِنَ المُؤْمِن الضَعِيْفِ وَفِيْ كُلٍّ خَيْرٌ اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِالله وَلَا تَعْجِزْ وَإِنْ أَصابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلتُ كَانَ كَذَا وَكَذا وَلَكِنْ قُلْ : قَدَّرَ الله وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ “لَوْ” تفتح عَمَلَ الشَيْطان

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Tapi, keduanya sama-sama baik. Berusahalah meraih sesuatu yang bermanfaat untukmu, minta tolonglah kepada Allah, dan jangan lemah. Jika sesuatu menimpamu, maka jangan kau katakan, ‘Andai saya melakukan ini, maka akan begini dan begini,’ tapi katakanlah, ‘Allahlah yang mentakdirkannya. Apa yang Allah kehendaki, pasti terjadi.’ Sebab, kata ‘andai’ membuka (memberi kesempatan) pada godaan setan.” (HR Muslim)

Menurut Qadhi Iyad dalam kitabnya Ikmalul-Mu’allim, maksud “kuat” di hadis itu bisa diartikan “kuat badan”. Jadilah kuat untuk rajin beribadah. Bisa juga diartikan “kuat hati”. Hati tangguh. Jadilah semangat untuk berusah, berjihad, dan sabar atas kesulitan. Bisa juga diartikan “kuat dengan harta”. Jadilah orang yang berkontribusi pada agama lewat hartanya.

Dengan penjelasan di atas, saya memahami bahwa yang dimaksud “kuat” dalam hadis di atas adalah sukses. Sukses dalam segala bidang sehingga menjadi orang yang “kuat”. Maka arti sederhana di atas menjadi: “orang mukmin yang sukses lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari pada orang mukmin yang tidak sukses”. Mantap bukan? Orang sukses dicintai Allah. Tentunya, sukses dunia dan akhirat.

Lalu bagaimana caranya sukses? Kita tengok kalimat berikutnya. Ada tiga tip agar kita sukses. Pertamaihrish ala ma yanfa’uka, berusahalah meraih sesuatu yang bermanfaat untukmu. Kalau ingin sukses, maka kita hanya melakukan yang bermanfaat saja.

Kalau tidak manfaat buang. Hidup ini sangat singkat untuk kita buat yang sia-sia. Ingat ya! Bukan sekadar mengerjakan yang bermanfaat saja, tapi raih sesuatu. Tidak pernah puas. Setelah satunya selesai, mulai lagi, mulai lagi, dan seterusnya.

Kedua, ista’in billah. Minta tolong kepada Allah. Setelah kita berusaha ingin meraih sesuatu yang bermanfaat, jangan lupa kita berdoa. Minta kepada Allah. Allah Maha Pemberi. Kalau kita minta, pasti diberi. Meski caranya memberinya berbeda.

Orang bijak mengatakan, “Berusaha tanpa doa itu sombong. Doa tanpa usaha itu bohong.” Maka, setiap selesai salat, saat tengah malam, dan di waktu-waktu yang lain, kita minta kepada Allah. Dengan hati tulus, dengan hati yang sungguh-sungguh. Kalau perlu, kita nangis. Bisa juga kalau ada waktu, kita ke makam para wali. Kita tawasul. Mungkin dengan berkah mereka, doa kita cepat diijabahi.

Ketiga, la ta’jiz. Jangan lemah. Kita tidak boleh lemah. Harus semangat dan optimis. Kita pasti sukses. Jika ada rintangan menghadang, kita terjang. Ada masalah yang menghampiri, kita hadapi. Jangan takut. Kita harus kuat. Tidak boleh lemah. Bisa? Pasti bisa. Orang lain lho bisa, masa kita tidak? Semangat. Tidak boleh malas berusaha, tidak boleh malas berdoa.

Yang terakhir, apa pun hasilnya kembalikan kepada Allah. Katakan, “Allah yang mentakdirkan.” Kata guru saya dulu di pesantren, “Kita hanya berusaha, terserah Allahlah hasilnya.” Tapi, jangan hawatir. Allah adil kok. Yang semangat, pasti berbeda dengan yang tidak. Yang bekerja, pasti berbeda dengan yang tidak. Tidak ada kapal laut yang berjalan di darat kan? Allah adil. Al-ajru biqadrit ta’ab. Balasan sesuai kadar lelahnya. Insyaallah, semoga!

 

Kategori
Wisata

Sebuah Fragmen Sejarah Berdirinya Nahdlatul Ulama, Komite Hijaz, dan Posisi NU

DatDut.Com – Jika selama ini yang kita ketahui tentang Nahdlatul Ulama (NU) adalah bahwa ormas Islam ini dilahirkan dan besar di Indonesia, maka itu tak salah. Karena faktanya NU memang dideklarasikan di Surabaya pada 31 Januari 1926 / 16 Rajab 1344 H.

Kalau kita berpikir bahwa NU didirikan oleh para ulama ahlussunnah yang dipimpin oleh Hadlratussyaikh Muhammad Hasyim Asy’ari, maka itu juga tak salah.

Ormas Islam yang kini perwakilannya telah merambah berbagai negara itu berdiri atas inisiatif K.H. Abdul Wahab Hasbullah yang kemudian di-istikharah-i oleh Syekh Hasyim Asy’ari dan mendapat restu pula dari guru beliau, syekh Cholil Bangkalan. Setelah itu, bersama-sama dengan K.H. Bisri Syansuri dan ulama-ulama Jawa dan Madura lainnya, NU dideklarasikan.

Namun adakah yang berpikir bahwa embrio NU sebenarnya sudah bersemayam dalam rahim pemikiran pada ulama Nusantara yang berkhitmad di Haramain pada kurun waktu 1200–1350 H?

Tampaknya ikhwal berdirinya NU seperti yang dituturkan Habib Luthfi itu masih perlu digali sumber-sumbernya untuk meneliti validitasnya serta untuk melengkapi penulisan sejarah ke-NU-an.

Sebagaimana ditulis oleh beberapa media, pada peringatan Hari Lahir NU tahun 2010 di Pekalongan, Habib Luthfi bin Yahya bertutur bahwa pada kurun waktu 1200-1350 H, banyak ulama Nusantara yang bermukim dan mengajar di wilayah yang masih berada di bawah kekuasaan kekhalifahan Turki Utsmani, Hijaz (kini Saudi Arabia).

Mereka begitu mewarnai khazanah keilmuan Islam mulai dari syariah, tarekat dan ilmu tasawuf. Para ulama yang ilmunya begitu luas itu di antaranya adalah Syekh Ahmad bin Abdussomad Sambas, Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Ahmad al- Nahrawi al-Banyumasi, Syekh Ubaidillah Surabaya, Syekh Ahmad Khatib Sambas, Syekh Abdul Aziz bin Abdussomad al-Bimawi, Syekh Muhammad Ilyas Sukaraja, dan masih banyak lagi nama lainnya.

Menjelang berdirinya NU di Indonesia, para ulama Nusantara berkumpul di Masjidil Haram dan bertukar pikiran hingga berkesimpulan bahwa sudah sangat mendesak untuk didirikannya sebuah wadah bagi tumbuh kembang dan terjaganya ajaran ahlussunah waljamaah.

Setelah melalui istikharah, diutuslah kiai Hasyim Asy’ari untuk pulang ke Indonesia untuk menemui dua orang yakni Habib Hasyim bin Umar Bin Toha Bin Yahya Pekalongan dan Syekh Kholil Bangkalan. Maksud diutusnya Kiai Hasyim menemui 2 ulama itu adalah untuk meminta pendapat sekaligus persetujuan didirikannnya sebuah wadah yang kelak diberi nama Nahdlatul Ulama.

Adapun sejarah berdirinya NU yang selama ini diyakini oleh masyarakat adalah yang berkaitan dengan sebuah respon terhadap perubahan iklim keagamaan di Timur Tengah saat itu.

 

Komite Hijaz

Dikuasainya Haramain oleh Abdul Aziz bin Abdul Rahman atau dikenal dengan sebutan Ibnu Saud diikuti dengan perubahan iklim beragama di wilayah itu. Ibnu Saud yang berpegang pada ajaran ulama abad ke-18 Masehi, Syekh Muhammad bin Abdul Wahab, atau lazim disebut sebagai Wahabi berkehendak menerapkan mazhab tunggal di dua tempat suci muslim tersebut.

Dengan slogan memurnikan ajaran Islam dari bid’ah dan kesyirikan, rezim baru ini meratakan situs-situs peninggalan Nabi yang dianggap bisa menyeret masyarakat muslim pada kesyirikan.

Sementara itu di tanah air, para ulama yang sebagian di antaranya adalah para alumni Timur Tengah, mulai merasa risau. Setelah melalui komunikasi panjang, mereka bermaksud memberikan respon tertulis terhadap kondisi tersebut.

Diawali saat K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Wahab Hasbullah mengundang sejumlah kiai untuk rapat di kediaman Kiai Wahab di Surabaya. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan tentang perlunya mengirim utusan untuk mengajukan keberatan kepada Raja Abdul Aziz. Untuk menyampaikan nota keberatan itu, maka dibentuklah sebuah komite kecil yang disebut Komite Hijaz.

Secara resmi komite itu terdiri dari K.H. Wahab Hasbullah, Syaikh Ghanaim al-Mishri dan K.H. Dahlan Abdul Qohhar. Tuntutan yang dibawa oleh Komite Hijaz diantaranya adalah:

Pertama, memohon diberlakukan kemerdekaan bermazhab di negeri Hijaz pada salah satu dari mazhab empat, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali.

Kedua, memohon untuk tetap diramaikan tempat-tempat bersejarah yang terkenal sebab tempat-tempat tersebut diwaqafkan untuk masjid seperti tempat kelahiran Siti Fathimah dan bangunan Khaezuran dan lain-lainnya.

Ketiga, memohon agar disebarluaskan ke seluruh dunia, setiap tahun sebelum datangnya musim haji menganai tarif/ketentuan beaya yang harus diserahkan oleh jamaah haji kepada syaikh dan muthawwif dari mulai Jedah sampai pulang lagi ke Jedah.

Agar bisa mengirimkan utusan ke Hijaz, para kiai membentuk payung berupa sebuah organisasi yang diberi nama Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 1926. Meski begitu, Komite Hijaz baru bisa berangkat pada 7 Mei 1928, dua setengah tahun setelah NU berdiri dikarenakan berbagai hal.

Posisi NU di Antara 2 Paham di Timur Tengah

Menilik awal mula berdirinya yang terkait dengan perkembangan paham Wahabi di tanah Haramain dan sekitarnya, Syekh Hasyim Asy’ari menuliskan pandangan beliau pada kitab yang dijadikan sebagai rujukan bagi kalangan nahdliyyin yakni Risalah Ahlisunnah wal Jama’ah.

وَمِنْهُمْ فِرْقَةٌ يَتَّبِعُوْنَ رَأْيَ مُحَمَّدْ عَبْدُهْ وَرَشِيدْ رِضَا ، وَيَأْخُذُوْنَ مِنْ بِدْعَةِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ النَّجْدِيْ ، وَأَحْمَدَ بْنِ تَيْمِيَّةَ وَتِلْمِيْذَيْهِ ابْنِ الْقَيِّمِ وَعَبْدِ الْهَادِيْ

“Diantara mereka terdapat juga kelompok yang mengikuti pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Mereka melaksanakan kebidahan Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi, Ahmad bin Taimiyah serta kedua muridnya, Ibnul Qayyim dan Abdul Hadi.”

Baca juga:  Prihatin Kondisi Bangsa, Ulama NU Rekomendasikan Risalah Sarang

فَحَرَّمُوْا مَا أَجْمَعَ الْمُسْلِمُوْنَ عَلَى نَدْبِهِ ، وَهُوَ السَّفَرُ لِزِيَارَةِ قَبْرِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَخَالَفُوْهُمْ فِيْمَا ذُكِرَ وَغَيْرِهِ

“Mereka mengharamkan hal-hal yang telah disepakati oleh orang-orang Islam sebagai sebuah kesunnahan, yaitu bepergian untuk menziarahi makam Rasulullah Saw. serta berselisih dalam kesepakatan-kesepakatan lainnya.”

Mengenai Rafidhah, beliau menuliskan pesan agar menghindari paham itu dalam kitabnya yang lain yakni Qanun Asasi li Jam’iyyati Nahdlatul ‘Ulama. Dalam muqadimahnya, tertulis :

ومنهم رافضيون يسبون سيدنا أبا بكر وعمر رضي الله عنهما ويكرهون الصحابة رضي الله عنهم، ويبالغون هوى سيدنا علي وأهل بيته رضوان الله عليهم أجميعن، قال السيد محمد في شرح القاموس: وبعضهم يرتقي إلى الكفر والزندقة أعاذنا الله والمسلمين منها

“Di antara mereka juga ada golongan Rafidhah yang suka mencaci Sayidina Abu Bakr dan ‘Umar r.a., membenci para sahabat nabi dan berlebihan dalam mencintai Sayidina ‘Ali dan anggota keluarganya, semoga Allah meridhai mereka semua. Berkata Sayyid Muhammad dalam Syarah Qamus, sebagian mereka bahkan sampai pada tingkatan kafir dan zindiq, semoga Allah melindungi kita dan umat Islam dari aliran ini.”

وليس مذهب في هذه الأزمنة المتأخرة بهذه الصفة إلا المذاهب الأربعة، اللهم إلا مذهب الإمامية والزيدية وهم أهل البدعة لا يجوز الاعتماد على أقاويلهم).

“Bukanlah yang disebut mazhab pada masa-masa sekarang ini dengan sifat yang demikian itu kecuali Mazahib Arba’ah (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad). Selain dari pada itu, seperti mazhab (Syiah) Imamiyah dan (Syiah) Zaidiyah, mereka adalah ahul bid’ah yang tidak boleh berpegang kepada pandangan-pandangan mereka”

Jelaslah bahwa NU berpijak pada manhaj para imam yang saleh, para pemuka ahlussunnah wal jamaah yang bermuara kepada pembawa syariat yang mulia, Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam.

NU tidak membawa ajaran baru melainkan bagian dari keluarga besar Asy’ariyah Syafi’iyah di dunia yang memiliki pandangan tegas terhadap 2 paham besar yang kini tengah berhadapan dalam peta percaturan Timur Tengah tak terkecuali di ranah geopolitik.